Ketua LSM TKP DPD Batam Soroti Penanganan Kasus Kecelakaan Kerja di PT LEK, Badan Pengawas Ketenaga Kerjaan Tidak Transparansi.
BATAM | Go Indonq0lpKetua DPD LSM Transparansi Kebijakan Pemerintah (TKP) Kota Batam, Haris, angkat bicara terkait penanganan kasus dugaan kecelakaan kerja yang dialami salah satu mantan karyawan PT Lautan Emas Konstruksi (PT LEK) berinisial H, yang mengalami putus jari tengah tangan saat bekerja di perusahaan tersebut.
Kasus ini mencuat setelah H meminta pendampingan hukum dan advokasi kepada LSM TKP DPD Kota Batam untuk menuntut hak-haknya sebagai pekerja.
Dalam bidang kerja LSM TKP, kami memiliki fungsi sosial untuk memberikan pendampingan kepada masyarakat yang membutuhkan, sesuai dengan daya dan upaya kami,” ujar Haris dalam keterangannya.
Menindaklanjuti laporan tersebut, LSM TKP melayangkan surat resmi kepada Badan Pengawas Ketenagakerjaan Kota Batam dengan nomor 012/B/PW/LSM-TKP/DPD-BTM/IX/2025, serta melakukan tindak lanjut (follow up) terhadap proses penyelesaian di lapangan.
Namun, di tengah proses itu, H disebut sempat berkomunikasi dengan salah satu anggota DPRD Kota Batam berinisial J, dan terjadi penyelesaian sementara dengan pihak perusahaan yang memberikan bantuan sebesar Rp10 juta. Dalam komunikasi selanjutnya, H sempat menyampaikan keinginan untuk mencabut laporan dari LSM TKP.
Kami memang menerima konfirmasi bahwa H ingin mencabut laporannya, tetapi karena laporan itu juga bagian dari fungsi pengawasan publik terhadap pelaksanaan aturan ketenagakerjaan, kami tidak pernah mencabutnya dari Badan Pengawas Ketenagakerjaan. Proses tetap berjalan,” tegas Haris.
Dalam proses mediasi di Badan Pengawas Ketenagakerjaan, pihak perusahaan disebut hanya menambah Rp7,5 juta, dan LSM TKP tidak dilibatkan dalam perundingan lanjutan tersebut.
Pihak Badan Pengawas Ketenagakerjaan beralasan mereka hanya menerima laporan dari individu, bukan dari lembaga. Namun kami menilai proses ini tidak transparan, karena pelapor sempat diminta keluar ruangan saat pembahasan, dan hasil akhirnya baru disampaikan setelah itu,” ujar Haris menambahkan.
Haris menilai, sikap tertutup tersebut tidak sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas publik sebagaimana diamanatkan dalam sistem pengawasan ketenagakerjaan.
Sampai hari ini kami belum menerima laporan resmi hasil pemeriksaan atau penyelesaian dari Badan Pengawas Ketenagakerjaan, kecuali informasi sepihak dari pelapor (H). Jika nanti terbukti hak-hak pekerja tersebut tidak dipenuhi sebagaimana ketentuan perundang-undangan, kami akan mengambil langkah hukum dan melaporkan hal ini ke instansi berwenang,” tegasnya.
Kasus seperti yang dialami H diatur dalam Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan Peraturan Pemerintah Nomor 44 Tahun 2015 tentang Penyelenggaraan Program Jaminan Kecelakaan Kerja dan Jaminan Kematian (JKK).
Berdasarkan Pasal 86 ayat (1) huruf a UU No. 13 Tahun 2003, setiap pekerja berhak memperoleh perlindungan keselamatan dan kesehatan kerja (K3).
Sementara dalam Pasal 13 PP No. 44 Tahun 2015, disebutkan bahwa pekerja yang mengalami kecelakaan kerja berhak atas santunan dan perawatan medis sampai sembuh serta santunan cacat tetap, yang besarannya ditetapkan oleh BPJS Ketenagakerjaan berdasarkan tingkat keparahan cedera.
Selain itu, Pasal 15 ayat (1) PP No. 44 Tahun 2015 menegaskan bahwa pemberi kerja wajib melaporkan kecelakaan kerja kepada BPJS Ketenagakerjaan dan instansi pengawas ketenagakerjaan setempat, agar hak pekerja dapat segera diproses secara resmi.
Sebagai lembaga kontrol sosial, LSM TKP DPD Kota Batam menegaskan akan terus mengawal kasus ini hingga ada kejelasan terhadap pemenuhan hak pekerja.
“Ini bukan sekadar soal uang santunan, tetapi soal keadilan dan tanggung jawab perusahaan serta lembaga pengawas dalam menjalankan aturan negara,” tutup Haris.
Reporter: Tim Redaksi
Sumber:LSM-TKP DPD Batam (Haris)




