Ketua Umum Majelis Rakyat Kepri Dukung Pengelolaan Labuh Jangkar oleh PT BUP Kepri /Perseroda untuk Tingkatkan PAD

Screenshot 20250305 140234 Chrome

TANJUNGPINANG | Go Indonesia.id – Ketua Umum Majelis Rakyat Kepulauan Riau, H. Husrin Hood, menyatakan dukungannya terhadap upaya Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dalam mengelola area labuh jangkar melalui PT BUP Kepri/Perseroda.(5/3/25)

Ia menegaskan bahwa langkah ini penting untuk meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD) dan memperkuat kemandirian ekonomi daerah.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Majelis Rakyat Kepulauan Riau mendesak pemerintah pusat agar segera memberikan izin pengelolaan area labuh jangkar kepada PT BUP Kepri/Perseroda, yang merupakan Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang telah berinvestasi dalam sektor ini sejak tahun 2020.

Menurut Majelis, dukungan penuh dari Kementerian Perhubungan diperlukan agar pengelolaan dapat berjalan optimal.

Dengan pengelolaan yang baik, BUMD ini diharapkan mampu memberikan kontribusi signifikan bagi pendapatan daerah serta mendukung pembangunan yang lebih luas di Provinsi Kepulauan Riau.

Dorongan untuk DPR RI dan Kepastian Hukum

Majelis Rakyat Kepulauan Riau berharap aspirasi ini dapat menjadi rekomendasi bagi DPR RI dalam memperjuangkan kepentingan daerah di tingkat pusat.

Sebagai wilayah kepulauan yang memiliki posisi strategis dalam jalur pelayaran internasional, Kepulauan Riau seharusnya memperoleh manfaat yang lebih besar dari potensi maritimnya guna meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pembangunan daerah yang berkelanjutan.

Dalam surat yang dikirimkan kepada DPR RI, Majelis juga merujuk pada dasar hukum yang mengatur hak daerah dalam mengelola sumber daya alamnya.

Pasal 18A UUD 1945 menegaskan bahwa hubungan keuangan, pelayanan umum, dan pemanfaatan sumber daya alam antara pemerintah pusat dan daerah harus dilakukan secara adil dan selaras.

Selain itu, Pasal 27 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah menyebutkan bahwa pemerintah provinsi memiliki kewenangan dalam mengelola sumber daya alam di wilayah laut hingga 12 mil dari garis pantai.

Lebih lanjut, Majelis menjelaskan bahwa terdapat sekitar 50 jenis jasa yang harus dibagi hak pungutannya sesuai dengan UU 17/2008, UU 28/2009, dan UU 23/2014.

Dalam ketentuan ini, jasa yang berada dalam wilayah 12 mil laut merupakan hak daerah, sementara yang di luar 12 mil menjadi kewenangan pemerintah pusat.

Sayangnya, pemahaman terhadap aturan ini masih kurang mendalam, sehingga pengelolaan dan pungutan jasa terkait labuh jangkar belum sepenuhnya berpihak kepada daerah.

Minimnya Dampak Ekonomi bagi Daerah

Majelis Rakyat Kepulauan Riau juga menyoroti masih minimnya dampak ekonomi yang dirasakan daerah dari pemanfaatan area labuh jangkar.

Meski memiliki potensi besar dalam industri pelayaran, pendapatan dari sektor ini lebih banyak mengalir ke pemerintah pusat melalui Kementerian Perhubungan dan perusahaan swasta yang menjadi mitra kementerian tersebut.

Sementara itu, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau dan BUMD yang bertanggung jawab atas pengelolaan sektor ini belum mendapatkan manfaat finansial yang signifikan.

“Hal ini menjadi ironi mengingat perairan Kepulauan Riau adalah jalur strategis bagi pelayaran nasional maupun internasional.

Seharusnya, pemanfaatan sumber daya ini dapat memberikan kontribusi signifikan bagi pembangunan daerah dan kesejahteraan masyarakat,” jelas Ketua Umum Majelis Rakyat Kepulauan Riau, H. Husrin Hood.

Upaya Penataan dan Harapan Masa Depan

Sejak tahun 2009, Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau telah melakukan penataan wilayah lautnya agar dapat dimanfaatkan sebagai area labuh jangkar guna mendukung aktivitas pelayaran nasional dan internasional.

Upaya ini telah melalui kajian mendalam yang kemudian dituangkan dalam dokumen Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (RZWP3K) Provinsi Kepulauan Riau.

“Aspirasi Majelis Rakyat Kepulauan Riau ini merupakan bentuk kepedulian terhadap hak masyarakat daerah.

Kepulauan Riau memiliki potensi besar untuk meningkatkan pendapatan daerah melalui mekanisme yang sesuai dengan peraturan perundang-undangan,” tegas H. Husrin Hood.

Majelis berharap pemerintah pusat dapat memberikan perhatian lebih dalam pengelolaan area labuh jangkar agar daerah mendapatkan manfaat yang lebih besar.

Salah satu usulan yang diajukan adalah penerapan mekanisme retribusi yang memungkinkan pendapatan langsung bagi daerah.

Dengan demikian, kewajiban daerah dalam menjaga kelestarian lingkungan laut serta mendukung pembangunan dapat terwujud secara optimal.

Reporter: Edy | Go Indonesia


Advertisement

Pos terkait