DENPASAR | Go Indonesia.id — Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi (LMND) Bali mendesak agar proyek pembangunan Floating Storage Regasification Unit (FSRU) LNG Sidakarya direlokasi ke perairan laut lepas (offshore) sejauh minimal 10 kilometer dari garis pantai. Desakan ini muncul sebagai respons terhadap kekhawatiran akan dampak lingkungan dan sosial-ekonomi di wilayah sekitar proyek.
Ketua LMND Bali, I Made Dirgayusa, menyampaikan bahwa lokasi FSRU saat ini terlalu dekat dengan kawasan konservasi Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai dan wilayah ekologis penting SEKARTANUR (Serangan, Sidakarya, Mertasari, dan Sanur). Ia menilai keberadaan proyek di lokasi tersebut berpotensi merusak ekosistem mangrove, meningkatkan emisi karbon, serta menimbulkan risiko hukum dan konflik sosial.
“Jika tidak direlokasi, proyek ini akan berdampak serius terhadap lingkungan dan masyarakat lokal, termasuk hilangnya hutan mangrove yang menyimpan cadangan karbon tinggi, serta mengancam keberlangsungan habitat spesies langka,” ujarnya, Selasa (28/5).
Berdasarkan kajian dokumen Analisis Dampak Lingkungan (ANDAL), LMND menemukan sejumlah kelemahan, terutama dalam perlindungan lingkungan dan keselamatan publik. Disebutkan, proyek berpotensi menyebabkan hilangnya 1–2 hektare hutan mangrove yang menyimpan sekitar 1.023 MgC karbon per hektare, serta menyumbang pelepasan ribuan ton CO₂.
Lebih lanjut, kawasan konservasi itu juga merupakan habitat bagi Elang Bondol (Haliastur indus) yang populasinya diperkirakan tinggal kurang dari 25 ekor, serta burung migran Gajahan Eurasia (Numenius arquata) yang tergolong terancam punah.
Proyek yang mencakup pengerukan sedimen hingga 3,3 juta meter kubik ini juga dikhawatirkan merusak terumbu karang dan padang lamun, habitat penting bagi penyu laut yang dilindungi. Dari sisi sosial, aktivitas kapal LNG yang membutuhkan area manuver luas diperkirakan menghilangkan hingga 40% wilayah tangkap nelayan tradisional di Serangan. Sekitar 85% penghasilan kelompok nelayan di kawasan tersebut bergantung pada ekosistem mangrove.
Sektor pariwisata pun tak luput dari ancaman. Keberadaan kapal LNG raksasa sepanjang 278 meter dinilai dapat mengganggu estetika kawasan wisata Pulau Serangan yang setiap bulannya dikunjungi 400–600 wisatawan. Proyeksi ANDAL menyebutkan potensi penurunan kunjungan wisatawan hingga 200 orang per bulan.
Di sisi lain, lokasi proyek juga berada di zona merah tsunami, dengan potensi gelombang setinggi 4–6 meter menurut data InaRISK BNPB. LMND Bali menilai kajian risiko bencana dalam ANDAL belum memenuhi standar internasional, termasuk regulasi COMAH No. 16 terkait mitigasi risiko industri dan efek domino.
Dari aspek hukum, LMND menilai proyek ini berpotensi melanggar sejumlah peraturan, karena infrastruktur pendukung seperti pipa gas LNG melewati kawasan konservasi yang dilindungi. Hal ini dinilai bertentangan dengan UU No. 5 Tahun 1990 dan Perda Bali No. 16 Tahun 2009.
Sebagai solusi, LMND Bali merekomendasikan agar proyek dipindahkan ke wilayah offshore dengan kedalaman laut alami di atas 15 meter. Lokasi ini dinilai lebih sesuai secara teknis, minim risiko ekologis, serta aman dari jalur migrasi satwa laut.
Reporter: Konstantin