Diduga Manipulasi Kredit, Objek Jaminan Dilelang dan Pura Dibongkar: Sidang PMH di PN Bangli Hadirkan Saksi dan Ahli

IMG 20250613 WA0023

BANGLI | Go Indonesia.id – Kasus dugaan perbuatan melawan hukum (PMH) dalam perkara perdata nomor 14/Pdt.G/2025 memasuki sidang lanjutan di Pengadilan Negeri (PN) Bangli, Kamis (12/6/25), dengan agenda pemeriksaan saksi.

Pihak penggugat menghadirkan dua saksi fakta, Sherly Aoetpah dan Adriana Bau, serta satu saksi ahli, Dr. Subakarna Resen, S.H., M.Kn., yang merupakan pakar di bidang perbankan dan kenotariatan.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Perkara ini bermula dari pinjaman dana oleh debitur Sang Nyoman Darma kepada pihak bank. Dalam persidangan terungkap, sejak awal tidak ada dokumen perjanjian kredit yang diserahkan kepada debitur. Menurut pengacara penggugat, Timoteus Mordan, S.H., hal tersebut menjadi indikasi awal dari dugaan manipulasi dalam proses pemberian kredit.

Dalam kurun waktu satu tahun, debitur mengaku telah membayar cicilan sebesar Rp56 juta. Namun, meski masa tenor belum berakhir, pihak bank sudah mengeluarkan Surat Peringatan (SP) hingga SP3, dan menyatakan bahwa pembayaran macet. Di sisi lain, pinjaman yang diterima debitur hanya sekitar Rp100 juta, meskipun perjanjian menyebut angka Rp400 juta.

Pengacara penggugat, Yohan A. Kapitan, S.H., M.H., menambahkan bahwa terdapat ketidaksesuaian antara catatan OJK dan tagihan dari bank. β€œDalam catatan OJK, pinjaman telah dinyatakan lunas. Tapi bank justru menagih hingga Rp1,6 miliar. Ini sangat merugikan debitur,” tegasnya.

Saksi ahli Dr. Subakarna Resen dalam kesaksiannya menyampaikan bahwa pihak bank seharusnya melakukan prosedur sesuai regulasi, termasuk memberikan relaksasi atau perpanjangan waktu sebelum menyatakan kredit macet.

Ia juga menjelaskan bahwa perubahan perjanjian kredit tanpa verifikasi kelayakan kepada debitur merupakan pelanggaran prinsip kehati-hatian dalam perbankan.

Permasalahan semakin kompleks ketika objek jaminan berupa sebidang tanah akhirnya dilelang.

Tanah tersebut diketahui memiliki bangunan Pura Swagina, yang dibongkar tanpa persetujuan adat setempat. β€œPura itu adalah tempat suci, dan para pengompon sudah menyatakan keberatannya. Bahkan salah satu pengompon merupakan mantan kepala dusun yang telah memberikan pernyataan tertulis,” ujar Yohan.

Ahli juga menyatakan, pembongkaran pura seharusnya mendapat kajian dan administrasi dari lembaga terkait, termasuk lembaga keamanan dan kebudayaan.

Penggugat berharap pengadilan dapat memutuskan perkara ini secara adil dan mempertimbangkan seluruh fakta serta bukti yang telah terungkap selama persidangan.

> β€œKami akan terus memperjuangkan keadilan bagi klien kami agar mendapatkan kepastian hukum,” tutup Timoteus Mordan, S.H.

Reporter: Fira


Advertisement

Pos terkait