NATUNA | Go Indonesia.id_ Ketua Dewan Pimpinan Daerah Ikatan Wartawan Online Indonesia (DPD IWOI) Kabupaten Natuna, Baharulazi, melayangkan kritik tajam terhadap kebijakan nasional yang tidak memberikan kewenangan kelautan kepada pemerintah kabupaten/kota.
Padahal, Natuna merupakan wilayah kepulauan strategis yang lebih dari 98 persen wilayahnya adalah laut.
> “Sungguh ironis. Kami hidup di tengah laut, tapi tidak diizinkan mengelola laut kami sendiri. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 justru mencabut kewenangan daerah maritim seperti Natuna. Ini bukan hanya tidak adil, tapi juga bertentangan dengan semangat otonomi daerah,” tegas Baharulazi saat ditemui di Batam, Sabtu (22/6/25).
Menurutnya, sejak UU tersebut diberlakukan, seluruh pengelolaan laut dari garis pantai hingga 12 mil menjadi kewenangan pemerintah provinsi, sedangkan di atas 12 mil menjadi kewenangan pemerintah pusat.
Akibatnya, pemerintah kabupaten seperti Natuna kehilangan kuasa terhadap ruang hidup utama warganya.
> “Pemerintah daerah tidak bisa memberikan izin budidaya laut, tidak bisa mengatur zona tangkap nelayan, bahkan tidak bisa menindak pencurian ikan karena itu bukan kewenangannya. Lalu, apa gunanya Dinas Kelautan dan Perikanan di tingkat kabupaten?” ungkap Baharulazi, yang juga dikenal sebagai mantan aktivis nelayan.
Nelayan Terpinggirkan, Potensi Daerah Terbengkalai
Baharulazi menambahkan, banyak nelayan lokal kini merasa tidak terlindungi. Di saat kapal asing dan kapal besar bebas berkeliaran, nelayan kecil justru dibatasi ruang geraknya.
Sementara itu, potensi besar seperti perikanan, wisata bahari, hingga cadangan migas belum memberikan manfaat nyata bagi daerah karena semua izin dan pengelolaannya di luar kewenangan kabupaten.
“Ini bukan hanya soal kewenangan, ini soal masa depan daerah kami. Jika laut dikuasai pusat dan provinsi, kapan masyarakat Natuna bisa mandiri?
Kapan kami bisa merasakan hasil dari laut yang mengelilingi kami?” ujarnya.
Usulkan Revisi UU dan Status Otonomi Kepulauan
Sebagai langkah konkret, DPD IWOI Natuna mendorong pemerintah pusat dan DPR RI untuk meninjau ulang kebijakan tersebut.
Baharulazi menyerukan revisi terhadap UU No. 23 Tahun 2014, atau setidaknya pemberian status Otonomi Khusus Kepulauan bagi daerah maritim seperti Natuna.
“Sudah saatnya pemerintah pusat percaya pada daerah-daerah perbatasan. Natuna adalah garda terdepan NKRI, bukan hanya penjaga laut, tapi juga penjaga martabat bangsa.
Jangan biarkan kami hanya jadi penonton di wilayah sendiri,” tutup Baharulazi.
Reporter: Rz