Ultimatum untuk DPRD Kepri: GEBER Ancam Aksi Besar 2 Oktober akibat Pengingkaran Hasil RDP

IMG 20250924 WA0078

TANJUNGPINANG | Go Indonesia.id_ Komitmen tak ditepati, legitimasi DPRD dipertaruhkan; publik mulai bersuara keras terhadap pengabaian suara rakyat ,sabtu (27/9/25).

Gelombang kritik tajam kembali mengarah ke lembaga legislatif Kepulauan Riau. Aliansi Gerakan Bersama (GEBER) Kepri secara resmi melayangkan ultimatum terbuka kepada Ketua DPRD Provinsi Kepri, menyusul tidak adanya tindak lanjut atas hasil Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar pada 23 September 2025.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Dalam forum yang dihadiri pejabat lintas sektor tersebut, Ketua DPRD Kepri secara eksplisit menyatakan akan menindaklanjuti RDP dalam waktu 48 jam.

Komitmen itu bahkan dituangkan dalam berita acara yang ditandatangani langsung oleh Ketua DPRD, sejumlah pejabat eksekutif daerah, dan para koordinator GEBER Kepri. Namun hingga berita ini diturunkan, tak satu pun tindakan konkret dilakukan.

Dialog Diabaikan, Kepercayaan Publik Terancam

Surat UltimatumIMG 20250927 WA0075

Kekecewaan GEBER Kepri kian memuncak setelah penantian selama lebih dari dua hari tidak membuahkan hasil. Bahkan undangan rapat lanjutan, informasi tertulis, atau pernyataan resmi dari DPRD maupun Gubernur tidak kunjung dikeluarkan.

Padahal, GEBER Kepri telah menunjukkan itikad baik dengan menunda rencana aksi yang semula dijadwalkan pada 24 September, dan melaporkannya secara resmi ke Polres Tanjungpinang sebagai bentuk penghormatan terhadap mekanisme dialog demokratis.

β€œKami tidak datang untuk menjatuhkan, tetapi untuk mengingatkan. Komitmen publik adalah janji suci. Jika itu diingkari, maka gerakan kami akan melangkah lebih tegas,” ujar salah satu koordinator aksi GEBER Kepri.

Pakar: Legitimasi DPRD dan Gubernur di Ujung Tanduk

Situasi ini dinilai oleh para pengamat sebagai bentuk krisis konsistensi politik yang dapat berdampak panjang.

Prof. Syarifah Hanum, pakar hukum tata negara, menegaskan bahwa berita acara hasil RDP adalah dokumen resmi yang secara moral dan hukum mengikat.

β€œMengabaikan berita acara sama saja dengan mengingkari kontrak moral dengan rakyat. Ini preseden buruk dalam demokrasi lokal,” tegasnya.

Senada, Dr. Irwan Santosa, pakar kebijakan publik, menyatakan bahwa tindakan GEBER Kepri adalah respon korektif wajar dalam sistem demokrasi.

β€œJika ruang dialog dilecehkan, maka aksi adalah konsekuensinya. Yang lebih berbahaya justru jika publik diam dan apatis,” katanya.

Aksi 2 Oktober Dipastikan Digelar

Melihat tidak adanya respon dari pihak DPRD dan Pemerintah Provinsi, GEBER Kepri menyatakan akan menggelar aksi besar-besaran pada 2 Oktober 2025, yang direncanakan berlangsung di dua titik utama: Kantor DPRD dan Kantor Gubernur Kepri.

Aliansi juga memperingatkan bahwa perjuangan ini murni untuk kepentingan publik, dan tidak akan mentolerir penyusupan agenda pribadi oleh oknum mana pun.

Ancaman Krisis Kepercayaan Menjelang Agenda Politik Strategis

Para pakar memperingatkan bahwa pengingkaran terhadap hasil RDP dapat memicu krisis kepercayaan publik yang serius, terutama menjelang pembahasan anggaran daerah dan program pembangunan strategis 2026.

Selain itu, pengabaian terhadap janji politik terbuka juga dinilai dapat memperlebar jurang antara rakyat dan wakilnya, memicu apatisme politik, bahkan gelombang aksi lanjutan yang lebih masif.

Penutup: Tanda Awal Perubahan?

GEBER Kepri menyebut bahwa aksi ini bukanlah sekadar bentuk kemarahan, tetapi peringatan keras atas matinya fungsi representatif dan lemahnya akuntabilitas publik di level daerah.

β€œJika ruang rapat hanya jadi tempat janji kosong, maka jalanan akan jadi forum rakyat sesungguhnya,” tutup pernyataan sikap mereka.

Dengan demikian, 2 Oktober 2025 bisa menjadi titik balik perlawanan sipil terhadap praktik politik yang dianggap abai terhadap suara rakyat.

Bukan hanya sekadar unjuk rasa, tapi potensi gelombang perubahan politik lokal yang lebih besar.

Reporter: Edy
Editor: Redaksi Go Indonesia.id


Advertisement

Pos terkait