RIAU | Go Indonesia.id – Ditengah gegap-gempita janji penegakan hukum dan perlindungan lingkungan, publik kini menatap getir kenyataan: Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil, bagian dari Cagar Biosfer Giam Siak Kecil, Bukit Batu yang diakui UNESCO, kembali dijarah habis-habisan. Hutan yang seharusnya menjadi paru-paru Dunia itu kini berubah menjadi ladang operasi mafia kayu yang bergerak nyaris tanpa hambatan.
Publik menilai, jika hukum benar-benar berjalan, para pelaku seharusnya sudah digelandang ke meja hijau. Membiarkan mereka bebas berarti membiarkan hukum dipermainkan, dan hutan pun lenyap dalam diam.
Ironisnya, saat pemberitaan sebelumnya sempat viral dan memantik reaksi cepat aparat, langkah itu diduga hanya formalitas. Tidak ada tindak lanjut nyata, justru muncul kabar tak sedap, ada pihak yang mencoba membungkam media dengan tawaran βtake downβ berita bernilai fantastis.
Hasil investigasi di lapangan mengungkap pola kerja sistematis dalam kejahatan lingkungan ini.
Kayu-kayu alam dari kawasan Siak Kecil hingga Sungai Mandau ditebang brutal menggunakan chainsaw. Batang-batang besar langsung dipotong di tengah hutan, dirakit, dan dihanyutkan melalui kanal menuju tepian darat.
Dari sana, kayu dimuat ke truk cold diesel, ditutup rapat dengan terpal, dan dikirim lintas kabupaten hingga ke Kampar, yang disebut-sebut sebagai pusat pengolahan dan distribusi kayu ilegal.
Nama Zulkifli alias Ombak kembali menyeruak. Ia diduga pengendali jaringan kayu ilegal lintas kabupaten.
Sawmill miliknya di Desa Tarai, Kecamatan Tambang, Kampar, yang sempat disorot sebelumnya, kini beroperasi kembali dengan modus baru: memakai sistem βupah slipβ dan menyalurkan kayu ke sawmill rekanan di Teratak Buluh serta milik Iyan di Lubuk Siam. Sementara Indra disebut sebagai pemasok utama kayu dari kawasan hulu.
Lebih mengejutkan, pengiriman kayu haram ini disebut dikawal oleh oknum berseragam. Dua nama berinisial H dan S diduga kuat menjadi koordinator lapangan dan pengawal truk kayu hingga ke lokasi tujuan.
βKeduanya oknum TNI,β ungkap sumber media, Rabu (1/10/2025).
Aktivitas ini sudah berlangsung lama. Namun, Aparat Penegak Hukum (APH) dan BKSDA terkesan tutup mata, meski kerusakan hutan semakin parah. Padahal, Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan sudah sangat jelas :
– Pasal 82 ayat (1) : Penebangan pohon dalam kawasan hutan tanpa izin dipidana 10 tahun penjara dan denda Rp5 miliar.
– Pasal 83 ayat (1) : Mengangkut atau memiliki hasil hutan tanpa dokumen sah dipidana 5 tahun penjara dan denda Rp2,5 miliar.
– Pasal 94 ayat (1) : Pejabat yang menyalahgunakan wewenang hingga menyebabkan perusakan hutan dapat dipidana.
Namun, faktanya nihil. Tak satu pun pelaku ditangkap. Pembiaran ini menjadi tamparan keras terhadap integritas hukum di Provinsi Riau.
Investigasi juga menemukan bahwa sawmill milik jaringan ini tidak memiliki izin resmi, seperti IUPHHK dari KLHK maupun Sertifikat SVLK.
Dengan begitu, setiap balok kayu yang keluar dari sana adalah produk kejahatan lingkungan.
Zulkifli bahkan mengaku sebagai anggota LSM dan menunjukkan KTA palsu. Setelah diverifikasi, namanya tidak tercatat dalam organisasi mana pun. Saat dikonfirmasi, ia bungkam dan memblokir nomor wartawan.
Menanggapi kasus ini, Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.Pd.I, SE, SH, MH, LLB, LLM, Ph.D, akademisi hukum terkemuka, menegaskan : βKalau penegakan hukum mandul, ini bukan sekadar kejahatan lingkungan, tapi kejahatan negara. Karena hutan itu milik rakyat, bukan milik mafia. Negara wajib hadir, bukan bersembunyi di balik seragam atau meja rapat.β
Kini bola panas berada di tangan Aparat Penegak Hukum dan Kementerian LHK. Apakah mereka berani membongkar jaringan mafia kayu dan menindak para pelindungnya, atau justru kembali tunduk pada kekuatan uang dan kepentingan gelap?
Publik tak lagi butuh janji.
Yang ditunggu hanyalah aksi nyata.
Sebab jika hukum terus dikompromikan, maka Suaka Margasatwa Giam Siak Kecil akan tinggal nama dan aparat hanya tinggal omong kosong.(tim)
*Redaksi*