PASAMAN | Go Indonesia.id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di wilayah hukum Polres Pasaman kian tak terkendali. Diduga kuat, kegiatan ilegal ini dikendalikan tiga nama besar: Raffi, Misra, dan Runsyah, yang disebut bebas beroperasi menggunakan sedikitnya lima unit alat berat (Excavator) di kawasan Sinuangon, Nagari Cubadak Barat, Kecamatan Dua Koto, Kabupaten Pasaman, Sumatera Barat, hingga Minggu (2/11/2025).
Situasi ini memantik keresahan publik dan pertanyaan tajam: di mana peran aparat penegak hukum? Sebab hingga kini, tidak satu pun pelaku yang tersentuh hukum, padahal aktivitas tambang ilegal itu dilakukan secara terang-terangan di lapangan.
“Selama saya bayar, tak ada yang bisa ganggu,” ujar Misra, salah satu pemain tambang, dengan nada menantang sebagaimana dikutip dari BeritaRakyatNusantara.com.
Ucapan arogan itu membuat publik marah dan menimbulkan dugaan kuat adanya praktik “main mata” antara mafia tambang dengan oknum aparat.
Beberapa warga bahkan menuliskan sindiran keras di media sosial :
“Apakah Kapolres dan Kapolda Sumbar juga sudah ‘kena bayar’, hingga para pemain tambang ilegal ini seolah kebal hukum?”
Nama Misra juga disebut-sebut terlibat dalam aktivitas PETI di Lanai Julu, wilayah nagari yang sama. Sementara Raffi, pemilik dua alat berat di lokasi tambang ilegal, ikut terseret dalam dugaan suap terhadap wartawan.
Dalam tangkapan percakapan grup WhatsApp bernama Gerakan Perjuang Revolusioner & Aktivis Anti Korupsi, Raffi diduga menulis :
“Kirim saja nomor rekening ABG biasa itu, nanti siang saya kirim. Sekarang masih di lokasi tambang.”
Pesan itu memicu kemarahan Athia, admin grup sekaligus wartawan investigasi. “Dalam grup itu banyak aparat penegak hukum, bahkan jenderal polisi ada di sana. Kok bisa Raffi terang-terangan berani sogok wartawan di depan umum? Sepertinya mereka merasa sudah bayar, jadi semua bisa mereka kendalikan,” ujarnya tegas.
Nama ketiga, Runsyah, juga disebut mengoperasikan Excavator di kawasan Batang Kundur, Kecamatan Dua Koto. Namun hingga berita ini diturunkan, yang bersangkutan belum memberikan keterangan resmi.
Menanggapi maraknya praktik PETI di wilayah hukumnya, Kabid Humas Polda Sumbar hanya menyampaikan singkat : “Terima kasih informasinya, saya akan sampaikan ke Kapolres supaya ditindaklanjuti,” ujarnya, Minggu (2/11/2025).
Aktivitas PETI di Pasaman jelas merupakan tindak pidana berat yang melanggar sejumlah undang-undang :
1. Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 (tentang perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara / UU Minerba) :
“Setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin resmi dari pemerintah, dipidana dengan penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp100 miliar.”
2. Pasal 98 ayat (1) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 (tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup / PPLH) :
“Setiap orang yang dengan sengaja melakukan perbuatan yang mengakibatkan pencemaran atau perusakan lingkungan hidup, dipidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 10 tahun, serta denda antara Rp3 miliar hingga Rp10 miliar.”
3. Pasal 5 dan 6 KUHP
bisa diterapkan jika terbukti ada unsur penyuapan atau gratifikasi, baik kepada aparat maupun wartawan, yang termasuk dalam tindak pidana korupsi.
Kini, publik menunggu langkah nyata Kapolda Sumatera Barat dan Polres Pasaman untuk menunjukkan bahwa hukum masih memiliki wibawa di negeri ini. Jika tidak, aktivitas PETI di Pasaman bukan hanya merusak alam dan mencemari sungai, tetapi juga merusak kepercayaan rakyat terhadap penegakan hukum dan integritas kepolisian.
REDAKSI

