Sidak TP2D ke Proyek APBN Tuai Tanda Tanya, Publik Soroti Kekacauan Narasi Kewenangan

IMG 20251117 WA0096

NATUNA | Go Indonesia.id– Sebuah pemberitaan mengenai kunjungan Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) ke proyek pembangunan jalan Kelarik Segeram mengundang perdebatan. (17/11/25).

Dalam berita tersebut, TP2D disebut melakukan sidak terhadap proyek bernilai Rp41,7 miliar yang notabene merupakan pekerjaan Kementerian PUPR dan sepenuhnya dibiayai APBN.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Advertisement

Bukan isi kunjungannya yang dipersoalkan, melainkan cara narasi itu dibingkai. Banyak pihak menilai istilah sidak yang dilekatkan pada tim ad hoc daerah tersebut menunjukkan ketidakpahaman atau malah pengaburan tentang batas kewenangan antara pemerintah daerah dan pemerintah pusat.

Kewenangan Tidak Bisa Diperluas Lewat Narasi

TP2D adalah tim non-struktural yang dibentuk melalui SK Bupati, dengan tugas utama membantu kepala daerah memonitor pelaksanaan program pembangunan daerah, khususnya yang menggunakan anggaran APBD.

Mandat mereka jelas: memantau, memberi masukan, dan melakukan koordinasi.
Yang tidak ada dalam SK tersebut adalah kewenangan untuk menginspeksi proyek kementerian.

Sementara itu, proyek yang dikerjakan dengan dana APBN memiliki sistem pengawasan resmi mulai dari BPK, BPKP, APIP kementerian, hingga inspektorat teknis.

Dengan struktur yang seketat itu, sulit membayangkan bagaimana sebuah tim daerah tiba-tiba bisa dinaikkan statusnya menjadi pengawas” proyek pusat.

Pemantauan Bukan Inspeksi

Dalam kerangka pemerintahan, daerah memang dapat meninjau progres pembangunan di wilayahnya. Namun pemantauan daerah tidak bisa dikategorikan sebagai sidak.

Istilah sidak memiliki makna yang tegas: tindakan pemeriksaan langsung oleh pihak yang berwenang secara hukum.

Melabeli pemantauan sebagai sidak hanya akan mencampuradukkan peran dan menciptakan kekacauan persepsi publik mengenai siapa yang berhak memeriksa apa.

Dampak Terbesarnya Ada pada Publik

Jika masyarakat terus disuguhi narasi serampangan bahwa setiap tim yang mendapat SK bupati bisa mengintervensi atau memeriksa proyek kementerian, yang rusak bukan hanya informasi, tapi juga disiplin birokrasi.

Hubungan antara pusat dan daerah diatur oleh mandat, bukan opini publik atau gaya pemberitaan.

Kesalahan seperti ini dapat menimbulkan preseden buruk: seakan-akan batas kewenangan dapat digeser hanya dengan permainan kata.

TP2D Boleh Meninjau, Tapi Tidak Bisa Diklaim Sebagai Sidak

Melihat progres pembangunan jalan Kelarik–Segeram adalah hal yang sah dilakukan TP2D. Namun mengemasnya sebagai sidak proyek APBN senilai Rp41,7 miliar adalah bentuk penyimpangan terminologi.

Kewenangan formal tetap berada pada lembaga yang diberi mandat undang-undang. Aturan tak boleh diregangkan hanya demi tampil heroik di ruang publik.

Pada akhirnya, membangun pemahaman publik yang benar jauh lebih penting daripada menciptakan sensasi melalui judul berita.

 

Reporter : Baharullazi


Advertisement

Pos terkait