NIAS SELATAN | Go Indonesia.id Masyarakat Desa Hili Gafoa, Kecamatan Aramo, Kabupaten Nias Selatan, Sumatera Utara, tengah menyoroti dugaan rangkap jabatan yang melibatkan salah satu aparatur desa yang diduga merangkap Nursultan Bu’ulolo sebagai bendahara desa sekaligus pegawai pemerintah dengan perjanjian kerja (PPPK) di SMP Negeri 2 Aramo, Desa Hili Amauzula.(9/12/25).
Informasi tersebut mencuat setelah warga mempertanyakan keabsahan seorang aparatur desa yang masih aktif menjalankan tugas sebagai bendahara, namun pada saat yang sama telah menerima penugasan sebagai tenaga PPPK di instansi pendidikan negeri.
Sejumlah tokoh masyarakat menilai dugaan rangkap jabatan ini perlu dikaji serius, mengingat adanya aturan tegas yang melarang perangkat desa, termasuk bendahara desa, merangkap jabatan lain yang berpotensi menimbulkan konflik kepentingan.
Larangan rangkap jabatan bagi perangkat desa tercantum dalam sejumlah regulasi, di antaranya:
1. Peraturan Pemerintah (PP) No. 43 Tahun 2014
Regulasi ini mengatur ketentuan pelaksanaan UU Desa. Pasal 26 dan 27 menekankan bahwa perangkat yang terlibat dalam pengelolaan pembangunan desa tidak diperbolehkan merangkap jabatan strategis lain, termasuk bendahara desa.
2. Permendagri No. 20 Tahun 2018 tentang Pengelolaan Keuangan Desa
Aturan ini menyebutkan bahwa bendahara desa harus fokus pada pengelolaan keuangan desa, sehingga dilarang merangkap jabatan yang dapat menimbulkan konflik kepentingan.
PPPK sebagai bagian dari ASN dilarang menduduki jabatan rangkap dalam struktur pemerintahan desa.
Para pemerhati kebijakan publik menekankan bahwa rangkap jabatan antara perangkat desa dan PPPK berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas dan integritas pengelolaan administrasi, baik di desa maupun di sekolah.
Nursultan Bu’ulolo mulai tahun 2020 s/d 2025 sebagai Bendahara Desa Hili Gafoa, Kecamatan Aramo, dan juga sebagai PPPK mulai tahun 2022 hingga saat ini, masayarakat dalam hal tersebut menyampaikan kepada media bahwa Nursultan menerima gaji daoble, untuk itu masyarakat merasa dirugikan dan meminta agar segera mengembalikannya sesuai dengan peraturan Undang-undang yang mengatur pengembalian dana rangkap jabatan aparat desa dan P3K adalah Undang-Undang Nomor 6 Tahun 4 tentang Desa, khususnya Pasal 51 yang melarang perangkat desa merangkap jabatan. Selain itu, Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 34 Tahun 2014 tentang Peraturan Pelaksana UU Desa, dan Permendagri No.110 Tahun 2016 tentang BPD juga mengatur larangan ini.
Sanksi bagi aparat desa dan P3K yang merangkap jabatan dapat berupa teguran lisan atau tertulis, pemberhentian sementara, dan pemberhentian definitif. Mereka juga diwajibkan mengembalikan dana yang telah diterima selama merangkap jabatan.
Dalam beberapa kasus, aparat desa yang terbukti merangkap jabatan juga dapat dikenai sanksi administratif dan pidana.
Sejumlah warga Desa Hili Gafoa meminta pemerintah kecamatan, Dinas PMD Nias Selatan, dan Inspektorat Daerah untuk melakukan:
* Verifikasi status kepegawaian yang bersangkutan,
* Pemeriksaan terhadap potensi pelanggaran administrasi,
* Klarifikasi dari Pemerintah Desa Hili Gafoa, dan
* Penegakan aturan sesuai regulasi pemerintahan desa dan ASN.
Warga berharap persoalan ini dapat ditangani dengan transparan agar tidak menimbulkan ketidakpercayaan terhadap lembaga desa maupun dunia pendidikan.
Hingga berita ini diterbitkan, namun belum ada keterangan resmi dari Pemerintah Kecamatan Aramo, Pemerintah Desa Hili Gafoa, maupun Dinas PMD Kabupaten Nias Selatan. Publik kini menunggu langkah tegas dari pihak berwenang untuk memberikan klarifikasi dan memastikan bahwa aturan mengenai tata kelola pemerintahan desa dijalankan sesuai ketentuan.
Reporter (Deni Zega)







