BATAM | Go Indonesia.id – Menjelang peringatan Hari Ulang Tahun Kemerdekaan Republik Indonesia, Ketua LSM Alarm Indonesia, Antoni mengajak seluruh elemen masyarakat Batam untuk merenungkan kembali makna sejati dari kemerdekaan.
Kasus yang dialami oleh Hadi Ansyah Pasaribu (Roy) bukan sekadar perselisihan biasa, melainkan cerminan nyata bahwa di negara yang sudah merdeka ini, masih ada penindasan yang dilakukan oleh perusahaan industri.
“Kita sudah merdeka dari penjajah, tapi masih ada rakyat yang terancam haknya oleh penindasan ekonomi. Kasus Hadi Ansyah Pasaribu adalah wujud nyata bagaimana industri, dalam hal ini PT. MSUN SOLAR INDONESIA, menekan rakyat Indonesia melalui skema bisnis yang tidak adil, ” tegas Antoni, melalui siaran persnya, Jumat (08/8/25).
Menurutnya, kemerdekaan sejati baru akan tercapai ketika setiap warga negara mendapatkan keadilan dan perlindungan tanpa diskriminasi.
Belum lama ini, terkait kasus ya g di alami warga di Batam. Antoni menanggapi tindakan Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Batam yang menolak aduan Roy.
Ia secara tegas menyatakan bahwa hal tersebut mencerminkan sikap yang tidak Pancasilais.
“Dalam Pancasila, terutama sila keempat, ‘Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan/Perwakilan’, pemerintah seharusnya bertindak sebagai perwakilan rakyat untuk menemukan solusi terbaik bagi warga negara, bukan malah menjadi benteng bagi kepentingan industri, ” katanya.
Tindakan Disnaker yang mengabaikan hak Roy untuk didengar dan mengabaikan surat pendampingan dari organisasi masyarakat Muhammadiyah adalah bentuk pengkhianatan terhadap nilai-nilai Pancasila.
“Percuma saja mereka kibarkan bendera merah putih di depan kantor Disnaker Kota Batam jika tidak mampu mengamalkan Pancasila sebagai dasar negara,” ujarnya.
Lebih lanjut, Antoni akan memimpin seruan untuk bersatu melawan skema bisnis yang menindas, terutama praktik ‘free charge’ yang diduga dilakukan oleh PT. MSUN SOLAR INDONESIA.
Praktik ini mengeksploitasi rakyat seperti Hadi Ansyah dengan meminta mereka untuk bekerja tanpa kejelasan kontrak, menjebak mereka dalam ketidakpastian hukum dan ekonomi.
Skema ini sangat berbahaya, terutama di tengah kondisi ekonomi yang sulit bagi para transporter sampah non B3 saat ini, di mana harga “kertas padi” anjlok drastis dan banyak dari mereka menjerit karena kalang kabut menutup biaya operasional dari sistem Barter Free Charge ala penjajah ini.
Antoni juga mengidentifikasi adanya dugaan potensi kerugian negara dari skema bisnis yang tidak jelas ini.
“Ini bisa berpotensi merugikan negara dari sisi pajak dan retribusi yang seharusnya dibayarkan,” tuturnya.
Selain itu, Antoni juga mengutarakan bahwa kasus ini berpotensi memicu ancaman terhadap stabilitas sosial.
“Ketika hak-hak pekerja diabaikan secara sistematis, hal ini dapat menciptakan keresahan dan ketidakstabilan sosial yang lebih luas,” jelasnya.
Antoni mengajak seluruh tokoh masyarakat, pimpinan LSM, dan unsur pemerintah untuk bersama-sama bersuara, bukan untuk Roy sebagai pribadi, tetapi untuk Hadi Ansyah yang mewakili ribuan kelompok pekerja rentan lainnya yang tertekan oleh skema industri yang tidak adil di Batam.
“Ini adalah panggilan untuk menjunjung tinggi kemanusiaan, keadilan, dan martabat bangsa di tanah air sendiri, ” tutupnya. ***