TANJUNG PINANG | Go Indonesia.id β Setelah hampir 20 tahun dihentikan, ekspor pasir laut kembali dibuka. Kebijakan ini tidak hanya berdampak pada Indonesia, tetapi juga negara lain seperti Singapura, yang sebelumnya sangat bergantung pada impor pasir laut dari Indonesia.
Keputusan penghentian ekspor pada tahun 2002 tertuang dalam Keppres Nomor 33 tentang Pengendalian dan Pengawasan Ekspor Pasir Laut, yang bertujuan melindungi lingkungan dari kerusakan akibat penambangan pasir laut.
Namun, dengan dibukanya kembali ekspor ini, kekhawatiran pun muncul. Andry Amsy, tokoh muda dari BP3KR (Badan Pengkajian dan Pengembangan Kebijakan Riau), mengingatkan agar pengalaman buruk di masa lalu tidak terulang.
Ia merujuk pada konflik yang sempat terjadi di kalangan nelayan Bintan pada awal tahun 2000-an akibat ketidaksepakatan dalam kompensasi dari pengusaha tambang.
Sejarah Eksploitasi Pasir Laut di Kepri
Menurut Andry Amsy, di awal tahun 2000-an, terdapat sekitar lima perusahaan tambang yang beroperasi di wilayah Karimun dan Bintan. Eksploitasi pasir laut kala itu terkonsentrasi di beberapa titik, seperti Laut Lobam, Busung, Bintan Timur (depan Pulau Mapur), dan Lagoi.
Sementara di Karimun, hanya beberapa perusahaan yang lolos seleksi dan persyaratan untuk menambang.
Saran untuk Kebijakan Ekspor Pasir Laut
Dengan dibukanya kembali ekspor pasir laut, Andry Amsy menegaskan bahwa pemerintah pusat harus memastikan bahwa keuntungan dari ekspor ini dirasakan oleh semua pihak, mulai dari masyarakat, daerah, hingga negara. Ia menyarankan agar:
1. Penetapan royalti yang jelas β Pembagian keuntungan harus ditentukan secara transparan, baik per kubik maupun per ton, sesuai kualitas pasir.
2. Pajak daerah yang optimal β Pendapatan daerah harus meningkat dari pajak ekspor, sehingga masyarakat di sekitar lokasi tambang bisa merasakan manfaatnya.
3. Keberlanjutan lingkungan β Aktivitas tambang harus dilakukan dengan pengawasan ketat agar tidak merusak ekosistem laut.
4. Kesejahteraan pekerja tambang β Para pekerja harus mendapatkan perlindungan dan hak-hak yang layak sesuai regulasi yang berlaku.
Regulasi Ekspor Pasir Laut
Pemerintah telah mengatur kebijakan ekspor pasir laut melalui Permendag Nomor 22 Tahun 2023 tentang barang yang dilarang untuk diekspor, serta Permendag Nomor 21 Tahun 2024 yang merupakan perubahan kedua atas Permendag 23 Tahun 2023 tentang kebijakan dan pengaturan ekspor.
Menurut Andry Amsy, regulasi ini harus menjadi pedoman utama dalam membuka kembali ekspor pasir laut, dengan mempertimbangkan pengalaman selama 20 tahun larangan ekspor agar kali ini memberikan manfaat optimal bagi negara dan masyarakat.
Prioritas dalam Ekspor Pasir Laut
Andry juga menekankan bahwa sebelum ekspor pasir laut dimulai, ada beberapa hal yang harus diprioritaskan:
1. Reklamasi dan Pembersihan Laut β Mengangkat sedimen yang menutupi ekosistem laut agar keseimbangan lingkungan tetap terjaga.
2. Pembangunan Infrastruktur β Pasir laut dapat dimanfaatkan sebagai agregat halus dalam produksi beton untuk pembangunan gedung dan infrastruktur nasional.
3. Peningkatan Pendapatan Negara β Ekspor pasir laut harus memberikan dampak signifikan terhadap devisa negara dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
“Yang terpenting adalah bagaimana ekspor pasir laut ini tidak hanya menguntungkan pengusaha, tetapi juga daerah, negara, serta lingkungan tetap terjaga,” tutup Andry Amsy.
Reporter: Edy