JAKARTA | Go Indonesia.id _Proyek ambisius pemerintah untuk mendigitalisasi dunia pendidikan kini menghadapi sorotan tajam. Kejaksaan Agung Republik Indonesia memeriksa enam orang saksi dari internal Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pelaksanaan Program Digitalisasi Pendidikan sepanjang 2019 hingga 2022.
Pemeriksaan dilakukan pada Senin, 2 Juni 2025, oleh tim penyidik dari Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus (JAM Pidsus). Dalam siaran pers yang dirilis Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, keenam orang tersebut memiliki posisi strategis dalam proses perencanaan dan pengadaan perangkat teknologi informasi dan komunikasi (TIK) di berbagai jenjang pendidikan.
Saksi-saksi tersebut di antaranya berinisial IP, yang menjabat sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) untuk pengadaan bantuan. Kemudian SW, yang merupakan PPK di Direktorat Sekolah Dasar tahun anggaran 2019 dan Kuasa Pengguna Anggaran pada 2020 hingga 2021. Nama lain yang turut diperiksa adalah NN, PPK dalam proyek pengadaan bantuan TIK di Direktorat Jenderal Pendidikan Anak Usia Dini, Pendidikan Dasar, dan Pendidikan Menengah tahun 2021.
Selain pejabat struktural, turut diperiksa tiga anggota tim teknis yang bertugas menganalisis kebutuhan alat pembelajaran TIK di jenjang sekolah dasar dan menengah pertama, yakni AF, SK, dan IS. Ketiganya disebut memiliki peran dalam merumuskan spesifikasi dan kebutuhan perangkat yang nantinya digunakan dalam proses belajar mengajar berbasis digital.
Program Digitalisasi Pendidikan sendiri diluncurkan sebagai bagian dari upaya pemerintah memperluas akses dan kualitas pembelajaran dengan memanfaatkan teknologi. Ribuan sekolah dasar dan menengah menjadi target bantuan perangkat TIK, seperti tablet, laptop, dan konektivitas internet. Namun, dalam perjalanannya, muncul dugaan adanya penyimpangan dalam pengadaan barang dan jasa, mulai dari mark-up harga, pengadaan fiktif, hingga penyaluran perangkat yang tidak sesuai spesifikasi.
“Pemeriksaan ini dilakukan untuk memperkuat pembuktian dan melengkapi pemberkasan dalam perkara dimaksud,” ujar Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Dr. Harli Siregar, dalam keterangan tertulis.
Hingga kini, Kejaksaan belum mengumumkan tersangka dalam perkara ini. Namun sejumlah pihak menduga jumlah saksi akan terus bertambah, seiring dengan pendalaman terhadap dokumen kontrak, proses tender, serta distribusi perangkat TIK di lapangan.
Praktisi pendidikan dan pengamat kebijakan publik pun angkat suara. Mereka menilai bahwa kasus ini harus dibongkar secara tuntas agar tidak mencoreng misi besar transformasi pendidikan nasional. “Kalau benar ada penyelewengan, ini jelas mengkhianati generasi muda kita. Proyek sebesar ini harus transparan sejak awal,” kata Dian Hapsari, peneliti kebijakan pendidikan di Lembaga Kajian Nusantara Pendidikan.
Kementerian Pendidikan sendiri hingga berita ini diturunkan belum memberikan tanggapan resmi atas pemeriksaan tersebut. Namun sumber internal menyebutkan bahwa pihak kementerian siap mendukung proses hukum yang sedang berjalan dan akan menyerahkan dokumen yang dibutuhkan oleh penyidik.
Kasus ini menambah deret panjang persoalan dalam proyek digitalisasi pendidikan yang sejak awal menuai kritik, terutama terkait kesiapan infrastruktur, kualitas perangkat, serta ketimpangan akses di berbagai wilayah Indonesia.
Kejaksaan Agung menyatakan akan terus mendalami keterlibatan berbagai pihak, termasuk kemungkinan adanya aktor di luar kementerian yang berperan dalam dugaan korupsi tersebut.
Sumber:Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung RI
Reporter : Iskandar