BATAM | Go Indonesia.id _ Penasihat Hukum PT Dani Tasha Lestari (DTL) mengungkapkan eksekusi perobohan gedung Hotel Purajaya dipastikan melanggar hukum. Pasalnya, Badan Pengusahaan (BP) Batam tidak memiliki hak kewenangan dalam eksekusi. Walaupun perencanaan eksekusi nya melibatkan BP Batam.
โSetelah kami teliti dan analisa berkas, dari dokumen perkara yang menimpa klien kami. Ditemukan beberapa kejanggalan dan tindakan kesewenang-wenangan. Dalam hal ini Pembatalan Perjanjian Pengalokasian lahan dan Perobohan Gedung Hotel Purajaya Beach Resort milik klien kami bertentangan dengan hukum,โ kata Penasihat Hukum PT DTL, Hermanto Manurung pada, Kamis (01/05/2025).
Menurut Hermanto, BP Batam diakui sebagai lembaga pemerintah yang diberikan tugas dan wewenang oleh pemerintah untuk menerbitkan ketentuan-ketentuan dan keputusan-keputusan.
Tetapi bukan semua ketentuan yang dikeluarkan tidak boleh bertentangan dengan hukum yang berlaku.
Sesuai dengan Asas-asas Umum Pemerintahan yang baik (AUPB) yang tertuang dalam UU Nomor 10 thn 2014 tentang Administrasi Pemerintahan; Setiap tindakan pejabat publik harus mengacu pada asas Legalitas, Akuntabilitas, Transparansi dan Keadilan.
Dalam kasus yang menimpa Purajaya, menurut Hermanto, bertentangan dengan azas itu (Legalitas, Akuntabilitas, Transparansi dan Keadilan).
Dalam penelaahan kuasa hukum, BP Batam bukanlah lembaga yang memiliki kewenangan Eksekusi. Dalam Sistem Hukum di Indonesia Proses Eksekusi hanya dapat dilakukan apabila ada Putusan Pengadilan yang mempunyai kekuatan hukum yang tetap (Inkracht).
Dasar hukumnya diatur dalam HIR 195-208 dan RBG 224.
Setiap eksekusi tanpa putusan pengadilan, kata Hermanto Manurung, adalah perbuatan melawan hukum (on recht matige daad).
Artinya, perobohan Hotel Purajaya yang dilakukan pada 21 Juni 2024 lalu, melanggar pasal 1365 KUHPerdata.
โSehingga perobohan bangunan Purajaya Beach Resort milik klien kami adalah merupakan suatu perbuatan yang sewenang-wenang dan melawan hukum,โ ucap Hermanto.
Hermanto Manurung yang didampingi Jonariko Simamora SH, MH, dan Panahatan Nainggolan SH, menegaskan bahwa proses hukum Purajaya masih sedang berjalan di PN Batam, yakni Gugatan Perbuatan Melawan Hukum (PMH) dengan tergugat PT Pasifik Estatindo Perkasa (PEP) dan PT Lamro Martua Sejati (LMS) sebagai Tergugat I dan Tergugat II, dan BP Batam sebagai turut tergugat.
โKami tidak akan berhenti sampai di sini. Namun, kami akan terus berjuang menempuh segala upaya hukum ke tingkat yang lebih tinggi lagi sampai pihak-pihak yang terlibat mempertanggung jawabkan perbuatannya di hadapan hukum,โ kata Hermanto, seperti dilansir dari Nusaviral.com.
Menurut para pengacara itu, Hotel Purajaya Beach Resort tidak hanya sekedar bangunan biasa-biasa.
Namun bangunan tersebut adalah memiliki nilai sejarah terbentuknya Provinsi Kepri.
“Bukan hanya itu saja, bangunan tersebut di rancang dengan design yang menunjukkan ciri khas Budaya Melayu yang menunjukkan wajah dari budaya lokal (local culture),โ tegas Hermanto.
Tetapi sejauh ini, BP Batam tampaknya tidak ada niat untuk menyelesaikan persoalan ini dengan baik-baik. Padahal seharusnya, BP Batam bisa menyelesaikan persoalan itu dengan segera.
โBuktinya, dalam proses Mediasi di Pengadilan Negeri Batam pun harus kandas dan tidak ada penyelesaian hingga sampai ke tahap sidang lanjutan pada hari Rabu tanggal 30 April 2025. Itu pun, BP Batam tidak menghadiri persidangan lanjutan tersebut,โ tambah Jonariko Simamora.
โPerlu disadari bahwa Batam ini adalah milik kita bersama bukan milik para pemodal besar. Kita berhak berusaha dan mengusahakan, memajukan perekonomian masyarakat lokal. Itu yang disebut dengan Pembangunan Ekonomi Daerah yang sesuai dengan Kearifan lokal,โ lanjutnya.
Menurut dia, ada unsur-unsur kekayaan budaya dalam Hotel Purajaya, yakni berupa Kearifan lokal, Penjaga Budaya dan Ekonomi Daerah, Keadilan sosial dan Pembangunan berkelanjutan (sustainable).
Kearifan lokal adalah pengetahuan, nilai, norma, dan prak
Reporter : iwn