TANJUNGPINANG | Go Indonesia.idβ Gerakan Anak Melayu Negeri Riau (GAMNR) menyoroti penyelenggaraan Penyengat Heritage Fest yang dinilai berpotensi memalukan jika tidak menghadirkan ruh warisan budaya Melayu secara otentik.
Ketua GAMNR, Sasjoni, menegaskan Pulau Penyengat adalah jantung peradaban Melayu, tempat lahirnya Gurindam 12 karya Raja Ali Haji, manuskrip kuno, tradisi lisan, serta simbol kejayaan Islam Melayu di Kepulauan Riau. Oleh karena itu, publik wajar menaruh harapan besar terhadap festival yang membawa nama “heritage”.
βNamun kenyataannya, agenda utama justru lomba gasing, lomba nyuluh, dan night run. Semua itu hanya hiburan seremonial yang bisa dilaksanakan di tempat manapun, tanpa ruh budaya Penyengat. Ini festival heritage tapi justru mengabaikan pusaka literasi, seni, dan tradisi sakral Penyengat. Ini potensi memalukan,β tegas Sasjoni, Rabu (27/8/2025).
Menurutnya, makna heritage adalah sejarah, tradisi, dan nilai-nilai yang dianggap bagian penting dari karakter suatu bangsa. Di Pulau Penyengat, warisan tersebut meliputi manuskrip Melayu, seni musik tradisional, tata ruang sakral, hingga jejak literasi Islam Melayu. Ironisnya, semua hal tersebut justru absen dalam festival ini.
GAMNR menilai acara itu terjebak dalam pola pikir seremonial semata. βPulau Penyengat bukan sekadar objek wisata murahan, melainkan simbol peradaban Melayu yang harus diperlakukan dengan kehormatan,β ujar Sasjoni.
Sebagai solusi, GAMNR mengusulkan agar festival seharusnya menampilkan:
1. Peran manuskrip kuno dan literasi Raja Ali Haji.
2. Pertunjukan seni tradisional Melayu, seperti teater rakyat dan musik gambus.
3. Dialog budaya serta regenerasi anak lokal.
4. Pemberdayaan UMKM kuliner khas dan kerajinan masyarakat Penyengat.
βJika hal ini tidak dilakukan, nama besar Penyengat Heritage Fest hanya akan tercatat buruk dalam sejarah, di mana warisan agung Melayu dimainkan menjadi sekadar seremonial tanpa substansi,β tutup Sasjoni.
Reporter: Edy