Keuangan Lingga Amburadul: Dana Desa Mandek, Gaji Pegawai Tak Dibayar, BPKAD ke Mana?

IMG 20251229 WA0081

LINGGA | Go Indonesia.id_ Pemkab Lingga kembali mempertontonkan wajah buruk pengelolaan keuangan daerah.senin (29/12/25).

Melalui Surat Edaran Nomor 900/PEMBY/XII/2025, BPKAD Kabupaten Lingga secara resmi menyatakan Alokasi Dana Desa (ADD) bulan November dan Desember 2025 tidak dapat disalurkan dengan alasan keterbatasan keuangan daerah.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Advertisement

Pernyataan ini bukan sekadar pengumuman, melainkan pengakuan telanjang atas kegagalan total mengelola anggaran.

Keputusan ini menghantam langsung pemerintahan desa. Program lumpuh, pelayanan terancam berhenti, dan masyarakat kembali menanggung akibat dari kekacauan di level atas.

Ironisnya, BPKAD memilih diam, tanpa penjelasan rinci, tanpa laporan terbuka, dan tanpa rasa tanggung jawab moral kepada publik.

Ketua Masyarakat Peduli Kabupaten Lingga Mijay ,menegaskan, ketertutupan BPKAD adalah bentuk pelecehan terhadap hak masyarakat desa.

Dana desa adalah uang rakyat, bukan alat tambal sulam untuk menutup lubang anggaran akibat perencanaan yang ceroboh.

Transparansi seharusnya menjadi kewajiban mutlak, namun yang terlihat justru sikap menghindar dan cuci tangan.

Skandal keuangan ini semakin memalukan ketika terungkap bahwa pegawai daerah, termasuk PPPK, belum menerima gaji dan honor.

Aparatur yang seharusnya melayani masyarakat justru menjadi korban dari kekacauan internal.

Pertanyaan keras pun muncul: jika dana pusat telah masuk ke banyak daerah lain, mengapa Kabupaten Lingga justru kehabisan uang?

Tudingan lemahnya kemampuan mengelola keuangan daerah bukan tuduhan sembarangan.

Ketika dana desa macet, gaji pegawai tertahan, dan defisit dijadikan alasan rutin, maka publik berhak menyimpulkan satu hal: BPKAD Kabupaten Lingga gagal menjalankan fungsinya.

Lebih parah lagi, kegagalan ini terjadi di tengah tingkat kemiskinan Kabupaten Lingga yang mencapai 7,6–8 persen pada 2023, lebih tinggi dari rata-rata Provinsi Kepulauan Riau.

Artinya, rakyat miskin dibiarkan, desa dibiarkan, pegawai dikorbankan, sementara pejabat sibuk berlindung di balik istilah teknis.

Sudah cukup alasan. Sudah terlalu banyak pembenaran. BPKAD Kabupaten Lingga harus keluar dan bertanggung jawab secara terbuka.

Jika tidak mampu mengelola keuangan daerah, maka publik berhak bertanya lebih jauh: masih pantaskah mereka mengelola uang rakyat?

Reporter: Edy


Advertisement

Pos terkait