Labuh Jangkar di Kepulauan Riau, Albert: Pemerintah Daerah Harus Siap Ambil Alih Pengelolaan dari Pusat

IMG 20250208 WA0017 1

TANJUNGPINANG | Go Indonesia.id – Labuh jangkar kapal di Kepulauan Riau umumnya dilakukan di lokasi yang telah ditentukan untuk menjaga keselamatan kapal serta melindungi ekosistem laut.

Albert, seorang pemerhati kebijakan maritim, menekankan bahwa dengan posisi strategis Kepulauan Riau sebagai jalur utama pelayaran kapal niaga, kapal pesiar, maupun kapal industri, pemerintah daerah harus lebih aktif dalam mengelola sektor ini.(08/2/25).

Bacaan Lainnya

Advertisement

“Provinsi Kepulauan Riau memiliki banyak pulau dan perairan strategis. Beberapa wilayah seperti Batam, Tanjung Balai Karimun, dan Bintan telah ditetapkan sebagai zona labuh jangkar oleh Kementerian Perhubungan sejak 2017 hingga 2022,” jelas Albert.

Sejak Peraturan Menteri (PM) Nomor 17 Tahun 2017, pengelolaan labuh jangkar di perairan Kepulauan Riau telah diberikan kepada Pelindo I (Persero) dengan total luas area sekitar 96.470.063 m².

Sementara itu, berdasarkan Surat Keputusan Menteri (SKM) Nomor 222 Tahun 2019, pengelolaan di Pulau Nipah diberikan kepada PT Asinusa Sekawan dan Pelindo (Persero) dengan pembagian sebagai berikut:

Zona A: 18.808.877 m²

Zona B: 9.641.965 m²

Zona C: 16.818.965 m²

Selain itu, untuk wilayah Pulau Galang, labuh jangkar telah diatur melalui Keputusan Menteri Tahun 2020, sedangkan wilayah perairan Kabil (Selat Riau) dikelola oleh Bias Delta Pratama sesuai Keputusan Menteri Nomor 216 Tahun 2020, meskipun hingga kini masih dalam proses konsesi dengan PT Pelabuhan Kepri (Perseroda).

Albert menegaskan bahwa meskipun banyak wilayah sudah memiliki regulasi, pemerintah daerah harus memiliki kepastian dalam pengelolaan agar potensi pendapatan dari sektor labuh jangkar dapat dimanfaatkan untuk daerah, bukan hanya untuk pihak pengelola.

“Apa yang dikejar ke pusat harus jelas untuk kepentingan daerah, bukan hanya kepentingan pengelola tertentu,” tegasnya.

Pulau Nipah, sebagai salah satu area penting dalam kebijakan labuh jangkar, juga memiliki regulasi khusus dalam Surat Keputusan Menteri.

Ketentuan ini mengatur hak kelola dan penggunaan ruang laut, termasuk aktivitas ekonomi serta transportasi laut yang berlangsung di wilayah tersebut.

Selain itu, Albert juga menyoroti praktik ilegal yang kerap terjadi di sektor ini, seperti kapal-kapal yang berpura-pura masuk ke dok (docking) untuk menghindari biaya labuh jangkar.

“Ada banyak kapal nakal yang mengaku masuk docking agar terhindar dari biaya labuh jangkar. Ini adalah bentuk kejahatan yang merugikan daerah,” pungkasnya.

Reporter: Edy


Advertisement

Pos terkait