JAMBI | GO Indonesia.id – Gabungan LSM dan media kembali mendatangi Mapolda Jambi untuk menuntut tindakan TEGAS terhadap maraknya ilegal drilling di kawasan Taman Hutan Raya (Tahura) Senami, Kabupaten Batanghari.
Aksi ini digelar pada Selasa pagi, sekitar pukul 10:20 WIB, sebagai bentuk protes terhadap semakin seringnya insiden kebakaran di lokasi tersebut.
Gabungan LSM yang turun ke jalan terdiri dari LSM IMW (Imorality Watch), LSM LIMA (Lumbung Informasi Masyarakat), LSM Barisan Anti Korupsi, LSM LLIM (Lembaga Lihat Inspirasi Masyarakat), dan AMUK (Aliansi Masyarakat untuk Keadilan).
Sementara itu, media yang turut meliput di antaranya Media GO Indonesia.id, Koran Muaro Jambi, Media Dektektor dan Jamtara TV.
Dalam orasinya, Harris SE, pendiri LSM LLIM, dengan TEGAS menyatakan bahwa aktivitas ilegal drilling di Senami harus segera dihentikan secara permanen. “Kalau Polda Jambi tidak mampu menyelesaikan persoalan ini, lebih baik dilegalkan saja atau dikembalikan ke pemerintah!! Jangan biarkan rakyat terus jadi korban. Disini nyawa seolah tidak ada harganya!!” seru Harris.
Rusdi, aktivis dari AMUK, bahkan menantang Kapolda Jambi untuk mundur jika tidak bisa menindak TEGAS aktivitas ilegal tersebut. “Kalau tidak mampu menyelesaikan ilegal drilling yang terus menelan korban jiwa ini, lebih baik Anda mundur dari jabatan!!” katanya lantang.
Sementara itu, Radja Sopyan, Ketua LSM IMW, mengungkap fakta mencengangkan bahwa di Senami diduga terdapat kuburan massal korban ilegal drilling. “Setiap kali terjadi ledakan dan kebakaran, korban yang meninggal langsung dikuburkan di sana tanpa sepengetahuan keluarga!! Apakah ini dibiarkan terus??” teriaknya.
Lebih lanjut, Radja Sopyan mengungkapkan nama-nama yang diduga sebagai pemodal utama ilegal drilling di Senami, yakni Asiong Bonar, Waluyo (Wal), Kiting, Irul, Dikun, Darmono, Manalu (Eeng) dan Tanggang. Ia juga mendesak Polda Jambi untuk memeriksa Oknum Polisi yang diduga menerima upeti dari bisnis haram ini.
Namun, setelah hampir Tiga jam berorasi, massa tidak mendapatkan respons dari pejabat kepolisian. Direktur dan Wakil Direktur Reserse Kriminal Khusus (Dirkrimsus dan Wadirkrimsus) Polda Jambi diduga tidak berada di tempat, sehingga massa akhirnya membubarkan diri dengan penuh kekecewaan.
Menanggapi ketidakhadiran pejabat kepolisian tersebut, Radja Sopyan dengan keras menyatakan bahwa Kapolda Jambi, Irjen Pol Rusdi Hartono, lemah dan tidak berdaya dalam menindak para pelaku ilegal drilling. “Atau jangan-jangan ada koordinasi gelap antara Polda Jambi dan para cukong ilegal drilling ini??” tantangnya.
Sampai saat ini, Polda Jambi masih belum memberikan pernyataan resmi terkait tuntutan dari para pengunjuk rasa. Publik pun menanti apakah Kapolda Jambi akan benar-benar bertindak atau justru membiarkan ilegal drilling terus merajalela.(*)
*Redaksi*