Pemerintahan Kabupaten Natuna “Lagi Tidak Baik-Baik Saja” — Ketua DPD IWOI Soroti Ketimpangan dan Konflik Internal

IMG 20250530 WA0050

NATUNA | Go Indonesia.id– Ketua DPD Ikatan Wartawan Online Indonesia (IWOI) Kabupaten Natuna, Baharullazi, menyuarakan keprihatinannya terhadap kondisi pemerintahan daerah yang dinilai tengah berada dalam situasi “tidak baik-baik saja”. Pernyataan itu disampaikannya kepada media, menyusul serangkaian dinamika dan ketimpangan yang semakin nyata di berbagai kecamatan di wilayah Natuna.

Menurut Baharullazi, Pemerintah Kabupaten Natuna saat ini tengah disorot tajam oleh publik akibat lemahnya tata kelola, stagnasi pembangunan, dan gejolak politik internal. “Kondisi ini harus dibaca sebagai alarm serius. Tidak bisa lagi ditutupi, karena sudah menjadi kegelisahan masyarakat di bawah,” ujarnya.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Salah satu isu sentral yang memicu perhatian publik adalah ketidakharmonisan hubungan antara Bupati dan Wakil Bupati, terutama dalam pembentukan Tim Percepatan Pembangunan Daerah (TP2D) yang disebut-sebut dilakukan tanpa koordinasi. Ketegangan ini bahkan berujung pada pelaporan hukum terhadap suami Bupati oleh seorang tokoh partai lokal, menciptakan ketidakstabilan dalam roda pemerintahan.

Kondisi ini diperparah dengan berbagai keluhan dari masyarakat mengenai ekonomi yang tak kunjung membaik. Tingkat pengangguran tinggi, harga kebutuhan pokok melonjak, dan nelayan menghadapi hasil tangkapan yang menurun drastis. Baharullazi juga menyoroti buruknya infrastruktur digital, terutama di wilayah-wilayah seperti Midai, Pulau Laut, dan Serasan, yang semakin tertinggal akibat pemutusan kontrak layanan internet oleh BAKTI Kominfo.

“Ironisnya, anggaran yang semestinya digunakan untuk memperkuat pelayanan justru dilaporkan mengandung kegiatan fiktif senilai lebih dari Rp2 miliar. Ini bukan lagi sekadar dugaan, tapi sudah dalam proses audit oleh BPK,” tegas Baharullazi.

Ia menambahkan, letak geografis Natuna yang berada di garis depan perbatasan Indonesia seharusnya menjadi alasan kuat untuk mempercepat pembangunan. Namun yang terjadi, otonomi yang terbatas serta efisiensi anggaran justru menyebabkan sejumlah kegiatan sosial dan budaya ditunda, bahkan dibatalkan.

“Ketika masyarakat di kecamatan mengeluh karena program ditunda, sinyal digital lenyap, dan nelayan menganggur, kita tidak bisa mengatakan ‘semua baik-baik saja’. Ini saatnya refleksi total,” tutupnya.

Baharullazi menegaskan bahwa pemerintah daerah harus segera melakukan evaluasi menyeluruh dan membuka ruang partisipasi publik dalam pengambilan kebijakan. Tanpa perbaikan serius, menurutnya, Natuna akan terus terjebak dalam ketimpangan dan kehilangan kepercayaan dari rakyatnya.

Reporter : AA


Advertisement

Pos terkait