BATAM | Go Indonesia.id_Polemik eksekusi rumah warga di kawasan Baloi, Kota Batam, pada 17 Juli 2025, memicu sorotan tajam dari kalangan penggiat sosial.(8/8/25)
Salah satu penggiat sosial berinisial H, yang dikenal aktif memperjuangkan hak-hak masyarakat, menilai tindakan pihak Pengadilan Negeri (PN) Kota Batam dalam proses eksekusi tersebut telah menabrak aturan hukum yang berlaku.
Berdasarkan video dan laporan dari warga setempat, tim eksekusi dari PN Batam disebut datang ke lokasi tanpa membawa surat perintah eksekusi, tanpa melakukan pembacaan surat eksekusi, bahkan berita acara eksekusi justru dibuat langsung di lokasi perkara pada hari yang sama. Praktik seperti ini, menurut H, jelas melanggar prosedur hukum yang diatur dalam Herzien Inlandsch Reglement (HIR) Pasal 195-208 dan Reglemen Buitengewesten (RBg), serta bertentangan dengan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No. 4 Tahun 2001.
Dalam HIR Pasal 196 ayat (1) dijelaskan bahwa:
> βPelaksanaan putusan pengadilan hanya dapat dilakukan setelah putusan tersebut memperoleh kekuatan hukum tetap dan harus berdasarkan surat perintah Ketua Pengadilan Negeri yang bersangkutan.β
Sementara itu, HIR Pasal 197 ayat (1) mengatur:
> βJuru sita sebelum melaksanakan eksekusi wajib membacakan isi putusan atau perintah eksekusi di hadapan para pihak yang berkepentingan, disertai berita acara yang ditandatangani oleh pihak-pihak terkait.β
Adapun SEMA No. 4 Tahun 2001 menegaskan bahwa:
> βDalam pelaksanaan eksekusi, Ketua Pengadilan Negeri harus memerintahkan juru sita untuk terlebih dahulu memperlihatkan dan membacakan surat perintah eksekusi di tempat objek perkara, dan membuat berita acara pelaksanaan eksekusi yang memuat waktu, tanggal, dan jalannya pelaksanaan eksekusi secara lengkap.β
H menilai, fakta di lapangan pada eksekusi di Baloi sangat bertentangan dengan aturan tersebut. βProses eksekusi tidak bisa dilakukan sembarangan. Ada prosedur yang harus dipenuhi secara tertulis dan dibacakan di hadapan pihak terkait. Jika itu diabaikan, maka ini sudah masuk dugaan penyalahgunaan wewenang,β tegas H.
Tidak tinggal diam, pada Jumat (8/8/2025), H secara resmi mengirimkan surat klarifikasi ke PN Kota Batam. Surat tersebut dikirim melalui Media Bintang Baru News sebagai bentuk kontrol sosial dan transparansi publik, sekaligus untuk menagih penjelasan tertulis dari pihak PN Batam.
H menegaskan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap lembaga peradilan tidak boleh rusak hanya karena kelalaian atau kesengajaan pihak tertentu dalam menjalankan tugas.
βJangan sampai masyarakat kehilangan kepercayaan gara-gara hal seperti ini. Pengadilan adalah benteng terakhir pencari keadilan. Kalau prosedur dilanggar, bagaimana masyarakat mau percaya?β ujarnya.
Lebih lanjut, H memberikan batas waktu 10 hari kerja kepada PN Batam untuk memberikan jawaban tertulis atas surat klarifikasi yang dilayangkan. Jika tidak direspons, ia mengaku akan melanjutkan persoalan ini ke tingkat yang lebih tinggi dan melibatkan instansi terkait, termasuk melaporkan dugaan penyalahgunaan wewenang kepada lembaga pengawasan eksternal.
βKalau surat saya diabaikan, saya akan bawa kasus ini ke tingkat lebih tinggi. Kita punya Komisi Yudisial, Ombudsman, bahkan Kementerian terkait yang bisa memeriksa dan menindak. Saya tidak main-main,β tegas H dengan nada keras.
Kasus ini menambah daftar panjang sorotan publik terhadap praktik eksekusi oleh PN Batam yang dinilai kerap meninggalkan pertanyaan hukum dan etika.
Publik kini menunggu apakah PN Batam akan memberikan klarifikasi resmi, atau justru membiarkan polemik ini semakin membesar dan merusak citra lembaga peradilan di mata masyarakat.
Reporter : AA