Prof. Jimly Usulkan Mahkamah Etika Nasional sebagai Puncak Peradilan Etik

IMG 20250705 WA0031

JAKARTA  | Go Indonesia.id – Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Prof. Jimly Asshiddiqie, mengusulkan pembentukan Mahkamah Etika Nasional (MEN) sebagai lembaga puncak dalam sistem peradilan etik nasional. MEN dirancang untuk menangani pelanggaran etika di semua tingkatan profesi, bukan hanya pada lembaga yudikatif.

“Negara ini tidak bisa hanya mengandalkan sanksi hukum, tapi harus membangun peradaban melalui pendidikan etika,” kata Jimly saat dihubungi Prof. Binsar Gultom di kediamannya di Cilandak, Jakarta Selatan, 3 Juli lalu.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Menurut Guru Besar Hukum Tata Negara Universitas Indonesia ini, MEN tidak mengeluarkan vonis final, melainkan memberikan rekomendasi seperti pemulihan nama baik atau pemberhentian sementara. Proses administrasinya tetap berada di Komisi Yudisial (KY), sementara MEN hanya memeriksa berkas dan memberikan pertimbangan etik.

Wewenang KY Diperluas

Jimly menyebut pembentukan MEN bisa menjadi solusi atas kerapuhan etika di ruang publik. Gagasan ini dapat masuk melalui jalur konstitusi, yakni memperluas kewenangan KY sebagaimana diatur dalam Pasal 24B ayat (1) UUD 1945. Saat ini, KY hanya mengawasi perilaku hakim. Jimly mendorong agar kewenangan itu diperluas hingga ke pejabat publik lainnya, lewat amandemen konstitusi.

“Selain menjaga martabat hakim, KY nantinya juga bisa menegakkan etika pejabat publik secara luas,” ujarnya.

Model Peradilan Etik

Skema kerja MEN menyerupai mekanisme kasasi di Mahkamah Agung. Lembaga ini bersifat independen dan transparan, menangani pelanggaran etika lintas profesi seperti dokter, advokat, pejabat negara, hingga hakim.

Misalnya, seorang dokter yang diberhentikan dari Ikatan Dokter Indonesia (IDI) bisa mengajukan upaya etik ke KY. Berkas kemudian diteruskan ke MEN untuk diperiksa. Hal serupa juga berlaku untuk advokat atau pejabat MK yang dikenai sanksi etik.

“Jadi tidak perlu membentuk organisasi tandingan, tapi tempuh jalur etik nasional,” kata Jimly.

Ia menegaskan, pembentukan MEN cukup melalui pembentukan undang-undang, dan lembaga ini idealnya berkedudukan di Ibu Kota Negara (IKN).


Sumber: Humas MA RI
Reporter: Iskandar


Advertisement

Pos terkait