Sutan Nasomal Sentil Interpol: Buronan Korupsi Kabur ke Luar Negeri Tak Tertangkap, Pecat Saja Pimpinan

1W

JAKARTA   | Go Indonesia.Id – Pakar Hukum Internasional Prof. Dr. KH Sutan Nasomal SH, MH menyoroti keras lemahnya penangkapan buronan korupsi Indonesia yang kabur ke luar negeri. Ia menilai, jika Interpol tidak mampu menangkap buronan korupsi, maka pimpinan lembaga tersebut lebih baik dicopot dari jabatannya.

“Selama ini kabur ke luar negeri justru menjadi jalan paling aman bagi koruptor Indonesia. Ini memalukan dan tidak boleh dibiarkan,” tegas Sutan Nasomal saat memberikan keterangan kepada para pemimpin redaksi media cetak dan online, dalam jumpa pers di Markas Pusat Partai Oposisi Merdeka, Cijantung, Jakarta Timur, Selasa (24/12/2025).

Bacaan Lainnya

Advertisement

Advertisement

Menurutnya, secara prinsip tidak ada satu negara pun yang pantas melindungi koruptor, apalagi negara besar seperti Amerika Serikat yang selama ini dikenal keras memerangi kejahatan keuangan dan pencucian uang.

“Negara besar seperti Amerika Serikat juga berperang melawan koruptor. Jadi tidak masuk akal jika buronan korupsi Indonesia bisa aman berlindung di sana,” ujarnya.

Sutan Nasomal menilai kegagalan penangkapan buronan korupsi terjadi karena lemahnya koordinasi dan keberanian aparat penegak hukum Indonesia. Padahal, jejak rekam para koruptor seharusnya sudah lama dibagikan ke negara-negara sahabat agar dilakukan penangkapan bersama.

“Data para buronan itu harus disebar luas. Jangan kalah oleh segelintir pihak yang justru ikut mempersulit penangkapan koruptor,” katanya.

Ia bahkan mendorong pemerintah Indonesia untuk mengambil langkah diplomatik ekstrem, termasuk menutup perwakilan diplomatik, jika ada negara yang secara sadar melindungi koruptor Indonesia.

“Kalau Indonesia dirugikan karena koruptor dilindungi negara lain, tutup saja kedutaannya. Negara tidak boleh kalah,” tegasnya.

Sutan Nasomal menyinggung kasus skandal asuransi Wanaartha Life yang mencuat sejak 2019 dan hingga kini belum sepenuhnya tuntas. Salah satu buronannya, Evelina F. Pietruschka, masih belum berhasil ditangkap meski statusnya telah lama buron.

Kasus tersebut menyebabkan kerugian besar, di mana Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencabut izin Wanaartha Life dan menetapkan kewajiban pembayaran klaim mencapai Rp12,78 triliun. Meski nilai kerugian personal Evelina tidak dirinci secara terbuka, ia disebut sebagai salah satu figur sentral dalam skandal tersebut.

“Ini bukti nyata negara kalah di hadapan koruptor yang kabur ke luar negeri,” ujarnya.

Padahal, kata Sutan Nasomal, Indonesia telah memiliki berbagai kerja sama internasional, termasuk dengan FBI Amerika Serikat, kepolisian negara-negara ASEAN, serta ratifikasi United Nations Convention Against Corruption (UNCAC).

Selain Polri dan FBI, KPK juga memiliki kerja sama dengan FBI dan OPDAT Amerika Serikat untuk memberantas korupsi dan pencucian uang. Namun, ia mempertanyakan efektivitas kerja sama tersebut.

“Apakah semua kerja sama itu hanya kertas tanpa makna? Kalau iya, buat apa Interpol dan MOU-MOU mahal itu?” sindirnya.

Ia menegaskan bahwa uang hasil korupsi Indonesia yang diparkir di luar negeri jumlahnya sangat besar, dan kondisi ini mencerminkan lemahnya pemberantasan korupsi di dalam negeri.

“Sangat memalukan. Negara menghabiskan biaya besar membiayai lembaga pemberantas korupsi, tapi mereka lemah di hadapan koruptor yang kabur ke luar negeri,” pungkasnya.

Narasumber: Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal SH, MH Pakar Hukum Internasional Presiden Partai Oposisi Merdeka Jenderal KOMPII Pengasuh Ponpes Ass Saqwa Plus.

REDAKSI


Advertisement

Pos terkait