Wali Kota Batam Pastikan PP Nomor 25 Tahun 2025 Tak Gerus PAD Daerah

1AA 98

BATAM | Go Indonesia.id– Wali Kota Batam sekaligus Kepala BP Batam, Amsakar Achmad, menegaskan bahwa Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2025 tentang Penyelenggaraan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas tidak akan menggerus Pendapatan Asli Daerah (PAD) Kota Batam.

Dilansir dari laman Pemkot Batam, diketahui PP Nomor 25 Tahun 2025 mengatur pengalihan sebagian kewenangan perizinan kepada Badan Pengusahaan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (BP KPBPB) Batam, terutama terkait penerbitan persetujuan lingkungan yang kini menjadi tanggung jawab BP KPBPB.(28/9/25)

Bacaan Lainnya

Advertisement

Selain itu, seluruh kewenangan penerbitan Perizinan Berusaha (PB) dan Perizinan Berusaha untuk Menunjang Kegiatan Usaha (PB UMKU) di kawasan tersebut juga dialihkan ke BP KPBPB Batam.

Setidaknya ada 16 sektor yang kini menjadi kewenangan BP Batam, mulai kelautan dan perikanan, pertanian, kehutanan, energi, perindustrian, perdagangan, pekerjaan umum dan perumahan rakyat, transportasi, kesehatan, kebudayaan, pariwisata, telekomunikasi, logistik, sumber daya air, hingga limbah dan lingkungan.

Sementara itu, Pemerintah Kota Batam hanya memiliki kewenangan atas wilayah di luar KPBP, yaitu Kecamatan Belakang Padang, Kecamatan Bulang, serta Kawasan Ekonomi Khusus (KEK). Tugas pembinaan dan pengawasan atas perizinan yang telah dialihkan sepenuhnya menjadi tanggung jawab BP KPBPB Batam.

Menurut Amsakar, meski sejumlah kewenangan perizinan dialihkan ke BP KPBPB Batam, perizinan tersebut tidak dipungut biaya sehingga tidak memberikan kontribusi langsung terhadap PAD.

“Sejauh ini tren PAD kita masih normal, masih sesuai target yang ditetapkan, karena prinsip utamanya perizinan yang diterbitkan oleh Pemkot atau BP Batam itu tidak berkorelasi dengan PAD. Hanya kalau ngga salah Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saja yang ada pembayarannya, Selebihnya sebagian besar tidak dipungut biaya,” katanya menerangkan.

Menurutnya persoalan ini juga telah dievaluasi oleh Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD). Diakuinya komponen PAD Batam berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, seperti pajak hotel, pajak restoran, parkir, Pajak Bumi dan Bangunan (PBB), Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB), serta pajak reklame.

“Komponen ini bukan ditentukan oleh perizinan tapi berjalan secara operasional. Sehingga peralihan kewenangan perizinan yang mempengaruhi PAD adalah anggapan yang harus diluruskan,” sambungnya menjelaskan.

Amsakar juga menyebut Kota Batam termasuk daerah dengan kemandirian fiskal yang cukup baik. Dalam paparan yang disampaikan pada forum Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI), Wakil Menteri Dalam Negeri, Bima Arya, mengungkapkan bahwa Batam masuk dalam daftar sembilan kota dengan tingkat kemandirian fiskal terbaik.

Menurut Amsakar, komposisi APBD Batam tahun 2025 mencapai Rp4,4 triliun, dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) sekitar Rp2,3 triliun atau 45-50 persen, yang lebih besar dibandingkan dukungan dari APBN.

“Sehingga kalau Transfer ke Daerah (TKD) mengalami permasalahan, Insya Allah tidak terganggu pendapatan, gaji ASN, gaji PPPK maupun operasional kantor, karena pajak daerah dan retribusi daerah bisa menutupi,” jelasnya melanjutkan.

Meski begitu, Amsakar mengakui kebijakan nasional yang mengurangi Transfer ke Daerah (TKD) akan berdampak pada daerah. Oleh karena itu, Pemko Batam terus berinovasi meningkatkan PAD, salah satunya dengan kebijakan relaksasi. Selama 30 tahun, wajib pajak tidak dikenakan denda keterlambatan PBB-P2 (pajak bumi dan bangunan perdesaan dan perkotaan).

“Kebijakan relaksasi penghapusan denda membuat warga berbondong-bondong membayar. Capaian malah lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya. Ketika beberapa daerah menaikkan tarif PBB-P2, kita malah melakukan sebaliknya,” ungkapnya.

Selain kebijakan relaksasi, Pemko Batam juga membenahi tata kelola pemungutan pajak daerah dengan teknologi. Saat ini sudah ada 894 tapping box yang terpasang di hotel dan restoran yang memungkinkan Pemko melihat transaksi pajak secara real time.

“Kalau di hotel sudah terpasang, apabila ada orang menginap dan membayar satu kamar Rp1 juta, maka Rp100 ribu otomatis terinput di Bapenda Batam. Begitu juga di restoran. Alar ini menjadi kendali dan kontrol PAD,” paparnya.

Hebatnya, 500 unit tapping box pertama dibantu Bank Riau Kepri Syariah, sementara 300 unit berikutnya didanai APBD.

“Kita juga akan berangsur-angsur menggunakan teknologi ini untuk mengontrol pemasukan dan retribusi daerah (lainnya),” sambungnya lagi.

Selain itu, Pemko melakukan ekstensifikasi objek pajak dan memanfaatkan aset daerah lewat kerja sama dengan badan usaha. Contohnya adalah pembangunan Pasar Induk dengan sistem konsesi 20-30 tahun melalui proses tender.

“Mereka bisa berkontribusi terhadap PAD,” tambah Amsakar.

Langkah-langkah ini bertujuan meminimalkan belanja daerah yang tidak langsung terkait pelayanan publik sekaligus memperkuat PAD di tengah pengurangan TKD.

“Kebijakan ini justru memperkuat PAD di tengah pengurangan TKD dari pusat,” tutup Amsakar mengakhiri keterangan.

Redaksi


Advertisement

Pos terkait