OPINI REFLEKTIF | Yang Esa dan Yang Kuasa

IMG 20250622 WA0041

Oleh : Bang Des

EDITORIAL | Go Indonesia.id – Penerimaan Komuni Suci Pertama, sebagai bagian dari sakramen Ekaristi, merupakan salah satu kewajiban iman dalam tradisi Gereja Katolik.(22/6/25).

Bacaan Lainnya

Advertisement

Sakramen ini, bersama enam sakramen lainnya, dipercaya sebagai saluran rahmat Allah bagi umat beriman untuk menyucikan jiwa dan memperkuat relasi dengan Yang Ilahi.

Perayaan Komuni Pertama kerap dirayakan dengan megah pesta, nyanyian pujian, dan kebersamaan umat menjadi tanda syukur dan kebanggaan rohani.

Namun, di tengah keindahan liturgis yang terbingkai dalam suasana gerejawi, muncul pertanyaan yang menggugah nurani: apakah semua umat benar-benar mengalami kehadiran Yang Esa dan Yang Kuasa secara nyata dalam hidup mereka?

Dari luar gereja, penulis menyaksikan deretan kendaraan mewah. Namun ingatannya tertuju pada sebuah kampung di Kabupaten Sikka, Nusa Tenggara Timurβ€”Nangahale, yang kini dihimpit gejolak batin dan ketidakpastian.

Di sana, umat hidup dalam keraguan: benarkah Yang Esa hadir bagi mereka? Atau hanya mereka yang memiliki kekuasaan dan sumber daya yang merasakan kehadiran-Nya?

Pertanyaan pun mengemuka: kita ini beriman kepada Yang Esa atau kepada Yang Kuasa?

Ironi itu mengendap di hati: bahwa kini, sebutan β€œYang Esa” kerap kali hanya menjadi basa-basi dalam narasi kekuasaan oligarki yang berselimutkan kesalehan simbolik.

Beriman yang sejati seharusnya tidak sebatas pada simbol dan ritual, melainkan menghadirkan keadilan dan keberpihakan pada yang tertindas.

Saat ribuan umat hadir, persembahan kolekte diberikan sebagai bentuk syukur, namun di sisi lain umat kecil masih mencari di mana letak keadilan dan kemanusiaan sejati.

Fenomena ini menunjukkan bahwa korporatisasi agama dan ketidakhadiran negara dalam menjamin keadilan bagi umat yang lemah menjadi persoalan yang kian kompleks.

Relasi antara agama dan kekuasaan sering kali tidak berpihak kepada mereka yang tak bersuara, yang terpinggirkan.

Melalui opini ini, saya atas nama Bung Des menyampaikan harapan agar Yang Esa dan Yang Kuasa benar-benar hadir, bukan dalam simbol-simbol kekuasaan, tapi dalam tindakan nyata: menghadirkan keadilan, bukan sekadar harapan.

Semoga umat di Nangahale, dan mereka yang hidup dalam ketidakpastian di berbagai sudut negeri, tidak hanya menjadi penonton kemegahan iman, tetapi merasakan pelukan nyata kasih Tuhan dan kehadiran negara yang adil.

Red


Advertisement

Pos terkait