Kasus Mafia Tanah Tanjungpinang-Bintan-Batam Kembali Disorot, GEBER Kepri Desak Penerapan Pasal TPPU

IMG 20250725 WA0051 1

TANJUNGPINANG | Go Indonesia.id β€” Kasus mafia lahan berskala besar di wilayah Tanjungpinang, Bintan, dan Batam kembali menjadi sorotan publik.

Hal ini menyusul klarifikasi yang disampaikan Kejaksaan Negeri Tanjungpinang kepada perwakilan Aliansi Gerakan Bersama (GEBER) Kepri pada Jumat (25/7/2025), terkait posisi mereka dalam proses hukum yang hingga kini belum rampung.

Bacaan Lainnya

Advertisement

GEBER Kepri, koalisi masyarakat sipil yang sejak awal aktif mengawal kasus ini, menuntut transparansi dan kepastian hukum bagi 247 korban yang diduga menjadi sasaran penipuan dan pemalsuan dokumen negara.

Dalam pertemuan yang berlangsung di ruang rapat Kantor Kejari Tanjungpinang, pihak kejaksaan menyebut bahwa berkas perkara yang disusun penyidik Polres Tanjungpinang masih terbatas pada Pasal 263 KUHP tentang pemalsuan surat.

Padahal, menurut Kejari, kasus ini memiliki dimensi yang lebih kompleks, termasuk indikasi pengalihan aset dengan mekanisme keuangan yang rumit.

Kejari Tanjungpinang menyatakan bahwa penerapan pasal Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) sangat krusial untuk membongkar jaringan mafia tanah secara menyeluruh.

Selain memperberat ancaman pidana, pasal ini memungkinkan penyitaan aset hasil kejahatan seperti rumah, ruko, kendaraan, dan rekening bank, serta membuka peluang pemulihan kerugian korban.

Dr. M. Irsyad, SH, MH, pengamat hukum pidana dari Universitas Maritim Raja Ali Haji, menjelaskan bahwa pencucian uang merupakan fase lanjutan dari kejahatan properti seperti mafia tanah.

Tanpa pasal TPPU, negara berisiko kehilangan peluang menyita aset dan mengungkap aktor intelektual di balik kejahatan.

GEBER Kepri menyambut positif sikap terbuka Kejari, termasuk rencana ekspose internal bersama Kepala Kejaksaan Negeri yang dijadwalkan digelar pada Jumat sore.

Mereka menilai Kejari telah menunjukkan langkah progresif, namun kini giliran Polres Tanjungpinang diminta segera melengkapi konstruksi hukum dengan pasal TPPU.

“Kami memahami posisi kejaksaan, tetapi juga menuntut Polres Tanjungpinang bertindak cepat.

Jika dalam waktu dekat tidak ada perkembangan konkret, kami siap menempuh jalur pelaporan ke lembaga pengawas eksternal,” tegas perwakilan GEBER.

Yuniarta Sitompul, peneliti dari Lembaga Kajian Reformasi Hukum dan Peradilan, menilai kasus ini sebagai cerminan konflik antara kekuatan hukum dan jaringan informal dalam praktik pertanahan.

Ia menegaskan bahwa penerapan pasal TPPU dapat membuka keterlibatan semua pihak, dari aktor lapangan hingga perencana di balik layar.

GEBER Kepri menegaskan bahwa perjuangan mereka bukan semata untuk menghukum pelaku, tetapi juga untuk memulihkan keadilan bagi para korban.

β€œNegara harus hadir untuk rakyat, bukan untuk melindungi pelaku,” tegas mereka dalam pernyataan penutup.

Kasus mafia tanah ini menjadi ujian besar bagi integritas aparat penegak hukum di daerah. Dalam semangat pemberantasan mafia tanah dan reforma agraria nasional, sinergi antara kejaksaan, kepolisian, dan masyarakat sipil menjadi kunci agar hukum ditegakkan dengan berani dan akuntabel.

 

Reporter: Edy
Editor: Redaksi Go Indonesia.id


Advertisement

Pos terkait