Reporter : Diki Candra
BATAM | Go Indonesia.Id – Kebebasan akademik kembali tercoreng di Batam. Dua mahasiswa Universitas Riau Kepulauan (UNRIKA), Jamaluddin (Fakultas Hukum) dan Alwie Djaelani (FISIP), ditangkap paksa aparat saat forum konsultasi publik revisi PP No. 46 Tahun 2007 di Balairungsari, Selasa (26/8/2025).
Keduanya digiring keluar forum setelah lantang menolak revisi PP yang dianggap hanya menambah kewenangan Badan Pengusahaan (BP) Batam tanpa menyelesaikan konflik lama, termasuk tragedi agraria RempangโGalang.
โDalam PP 46/2007 sudah ada delapan wilayah, termasuk RempangโGalang. Faktanya, konflik di sana tidak pernah diselesaikan BP Batam. Sekarang justru wilayah kerja mau ditambah lagi. Ini bom waktu konflik baru,โ teriak Jamaluddin, sesaat sebelum ditarik aparat.
Mahasiswa itu menuding revisi PP hanyalah dalih memperkuat kantong pajak BP Batam dari investor lokal maupun internasional, dengan mengorbankan masyarakat tempatan.
Lebih jauh, Jamaluddin menantang transparansi BP Batam. Menurutnya, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) dan naskah akademik revisi tidak pernah dipublikasikan.
โUrgensinya apa sampai PP ini harus direvisi? Kalau memang ada naskah akademik, tunjukkan ke publik,โ desaknya.
Kritik tak berhenti di sana. Ia juga menyentil janji sertifikasi Kampung Tua Rempang yang pernah diucapkan Wali Kota Batam Amsakar Achmad bersama Li Claudia saat kampanye politik, namun hingga kini tak kunjung terealisasi.
Penangkapan paksa itu justru memantik perlawanan lebih besar. Ratusan mahasiswa dari berbagai kampus di Batam menyerbu gedung Direktorat Pengamanan BP Batam, mendesak pembebasan rekan mereka. Tekanan massa akhirnya berhasil: Jamaluddin dan Alwie dilepaskan setelah ditahan selama empat jam.
Tindakan aparat ini menuai kritik keras. Pakar hukum menilai penangkapan mahasiswa yang sedang menyampaikan pendapat berpotensi melanggar :
– Pasal 28E ayat (3) UUD 1945 : โSetiap orang berhak atas kebebasan berserikat, berkumpul, dan mengeluarkan pendapat.โ
– Pasal 28F UUD 1945 : โSetiap orang berhak untuk berkomunikasi dan memperoleh informasi untuk mengembangkan pribadi dan lingkungan sosialnya.โ
– Pasal 66 UU No. 39 Tahun 1999 tentang HAM : Hak untuk menyampaikan pendapat di muka umum tidak dapat diganggu gugat.
– UU No. 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum, khususnya Pasal 5 yang menegaskan perlindungan hukum bagi setiap warga negara yang menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan.
Peristiwa ini menjadi alarm keras bagi demokrasi di Batam. Alih-alih mendengar aspirasi publik, forum konsultasi justru berubah menjadi arena pembungkaman.
Pertanyaan besar kini menggantung : revisi PP 46/2007, solusi pembangunan atau mesin konflik baru?(*)
*Redaksi*