Reporter : Rinaldy
TANJAB BARAT | Go Indonesia.Id – Proyek Rehabilitasi Daerah Irigasi (D.I) Sei Suban di Kecamatan Batang Asam, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, yang menyedot anggaran APBN Tahun 2025 sebesar Rp67.964.416.414,69, kini disorot tajam masyarakat. Proyek bernilai puluhan miliar rupiah tersebut diduga dikerjakan tidak sesuai standar teknis, meski usia konstruksi masih sangat muda.
Berdasarkan papan informasi proyek, pekerjaan berada di bawah Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) melalui Direktorat Jenderal Sumber Daya Air, Balai Wilayah Sungai (BWS) Sumatera VI Provinsi Jambi. Pelaksana kegiatan tercatat PK Irigasi dan Rawa III, dengan PT Wijaya Karya (WIKA) sebagai kontraktor pelaksana dan Agrinas Pangan Nusantara sebagai konsultan supervisi.
Pantauan media pada Senin (29/12/2025) menemukan fakta mencengangkan. Sejumlah bangunan irigasi yang baru dibangun sudah mengalami retakan, memunculkan kekhawatiran serius soal kualitas material dan metode kerja yang digunakan.
Salah seorang warga setempat yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan adanya kejanggalan dalam proses rehabilitasi.
βIrigasi yang baru dibangun sudah retak. Anehnya, ada bangunan lama yang dihancurkan, tapi ada juga yang hanya ditempel dengan bangunan lama supaya terlihat tebal. Ini jelas jadi bahan pertanyaan masyarakat,β tegasnya.
Dengan nilai kontrak hampir Rp68 miliar dan waktu pelaksanaan 119 hari kalender, masyarakat menilai kualitas pekerjaan seharusnya mencerminkan konstruksi yang kokoh dan berumur panjang, bukan justru menunjukkan gejala kegagalan dini.
Perlu diketahui, proyek ini mencakup rehabilitasi jaringan irigasi yang tersebar di 16 D.I/D.I.R pada 7 kabupaten dan 1 kota di Provinsi Jambi. Jika mutu pekerjaan bermasalah, dampaknya tidak hanya lokal, tetapi berpotensi mengganggu sektor pertanian dan ketahanan pangan daerah secara luas.
Saat dikonfirmasi di lokasi proyek, salah seorang pengawas lapangan dari pihak WIKA hanya memberikan jawaban singkat.
βKami di lapangan mengikuti arahan dari Bapak Kamto,β ujarnya, tanpa menjelaskan standar teknis, spesifikasi material, maupun mekanisme pengawasan mutu.
Pernyataan tersebut justru memperkuat dugaan lemahnya kontrol kualitas, baik dari kontraktor pelaksana maupun konsultan supervisi, padahal proyek ini menggunakan uang negara dalam jumlah besar.
Jika dugaan pekerjaan tidak sesuai spesifikasi teknis ini terbukti, maka proyek irigasi Sei Suban berpotensi melanggar sejumlah ketentuan hukum, antara lain:
1. Pasal 2 dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Tipikor, terkait perbuatan melawan hukum atau penyalahgunaan kewenangan yang mengakibatkan kerugian keuangan negara.
2. Pasal 7 Ayat (1) huruf a UU Tipikor, yang mengatur pemborong atau kontraktor yang dengan sengaja melakukan perbuatan curang dalam pelaksanaan pekerjaan.
3. UU Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi, yang mewajibkan pemenuhan standar mutu dan keselamatan konstruksi. Pelanggaran dapat berujung sanksi administratif, perdata, hingga pidana jika menyebabkan kegagalan bangunan.
Ancaman hukuman dalam perkara korupsi proyek konstruksi tidak main-main, mulai dari pidana penjara hingga 20 tahun, denda miliaran rupiah, pemutusan kontrak, hingga blacklist nasional penyedia jasa.
Ketua Indonesia Morality Watch (IMW), Radja Sopyan, angkat bicara keras menanggapi temuan tersebut. Ia menilai proyek bernilai jumbo ini wajib diaudit secara menyeluruh, baik teknis maupun anggaran.
βProyek APBN hampir Rp68 miliar tapi baru dibangun sudah retak, ini alarm keras. Jangan anggap sepele. Ini indikasi kuat kegagalan mutu dan potensi kerugian negara,β tegas Radja Sopyan.
Menurutnya, praktik menempel bangunan baru pada struktur lama tanpa pembongkaran menyeluruh berpotensi melanggar standar konstruksi dan mengarah pada rekayasa visual semata.
βKalau hanya ditempel supaya terlihat tebal, itu bukan rehabilitasi, tapi akal-akalan. Aparat penegak hukum jangan menunggu bangunan roboh baru bertindak,β tambahnya.
Radja juga mendesak Inspektorat Jenderal Kementerian PUPR, BPK, dan APH untuk segera turun tangan.
βAudit teknis, audit anggaran, dan audit pengawasan harus segera dilakukan. Jika ditemukan unsur pidana, siapapun yang terlibat harus diproses tanpa pandang bulu,β tutupnya.
Hingga berita ini diterbitkan, BWS Sumatera VI, PT WIKA, maupun Agrinas Pangan Nusantara belum memberikan klarifikasi resmi terkait retaknya bangunan baru, metode penempelan struktur lama, serta sistem pengawasan mutu pekerjaan.
Masyarakat berharap proyek strategis yang seharusnya menopang irigasi pertanian ini tidak berubah menjadi monumen pemborosan dan potensi korupsi berjamaah.
REDAKSI






