NATUNA | Go Indonesia.id_Tim investigasi menelusuri distribusi minyak tanah subsidi di beberapa kecamatan di Kabupaten Natuna dan menemukan masih maraknya praktik percaloan serta pungutan liar (pungli) yang merugikan masyarakat dan pemerintah.
Pemerintah Daerah Natuna sebelumnya telah menetapkan Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak tanah subsidi yang bervariasi berdasarkan kondisi geografis—daerah yang jauh mendapatkan toleransi harga lebih tinggi dibanding lokasi yang mudah dijangkau. Menurut Kabag Ekonomi Setda Natuna, Riko, harga subsidi resmi dari pemerintah berada di angka Rp250 per liter hanya sampai titik droping ke pangkalan. Setelah itu, pangkalan memiliki biaya penyaluran tambahan yang masih dalam pengawasan pemerintah daerah.
Namun temuan di lapangan menunjukkan kondisi berbeda.
Pungli dan Calo Marak di Sedanau
Praktik paling mencolok ditemukan di Kecamatan Bunguran Barat, khususnya di Sedanau. Seorang pemilik pangkalan berinisial HS ketika diwawancarai media mengakui bahwa HET resmi di pangkalan adalah Rp350 per liter. Namun minyak tanah itu tidak langsung dijual ke warga, melainkan terlebih dahulu diserahkan kepada para Ketua RT.
Setelah sampai di tingkat RT, harga kembali melonjak dengan alasan adanya “kesepakatan warga”. Harga yang dibebankan kepada masyarakat pun bervariasi, mulai dari Rp450 hingga Rp5.000 per liter. Alasan kenaikan tersebut, menurut oknum, karena telah “termasuk sumbangan kebersihan kuburan dan biaya kematian”.
Praktik ini jelas tidak masuk akal dan tidak sesuai aturan, serta mengaburkan tujuan subsidi yang seharusnya membantu warga berpenghasilan rendah.
Warga Mengaku Tertekan Harga Tidak Wajar
Beberapa warga Sedanau yang enggan disebutkan namanya dengan alasan keamanan mengaku kepada media bahwa mereka sering membeli minyak tanah dengan harga yang jauh di atas ketetapan pemerintah.
Kami kadang beli sampai Rp225.000 per 35 liter untuk kebutuhan bagan,” ungkap seorang warga.
Harga tersebut setara dengan sekitar Rp6.400 per liter, melonjak drastis dari HET resmi.
Praktik Bertahun-tahun yang Merugikan Banyak Pihak
Dari penelusuran tim, pola pungli berbasis “kesepakatan RT” ini disebut telah terjadi bertahun-tahun. Selain memberatkan warga, praktik tersebut juga dinilai merugikan pemerintah, karena subsidi tidak tepat sasaran dan rawan disalahgunakan oleh pihak tertentu.
Kabag Ekonomi Kaget: Jangkauan Saya Masih Terbatas”
Saat temuan ini disampaikan kepada Kabag Ekonomi Setda Natuna, Riko, ia mengaku kaget. Ia menyampaikan bahwa dirinya baru menjabat dan jangkauan pengawasan masih terbatas.
Saya jujur saja, jangkauan saya masih terbatas dan belum bisa menjangkau semuanya. Terima kasih sudah memberi informasi ini,” ujarnya.
Riko menegaskan bahwa pihaknya akan melakukan pengecekan lapangan dan evaluasi HET, serta berkoordinasi dengan dinas terkait untuk mencegah terulangnya penyimpangan serupa.
Fenomena ini menunjukkan bahwa distribusi minyak tanah subsidi di Natuna masih membutuhkan pengawasan ketat, transparansi, serta komitmen dari semua pihak agar bantuan pemerintah benar-benar sampai kepada masyarakat yang membutuhkan.
Reporter : Baharullazi







