Dinas Pendidikan Natuna Klarifikasi Isu Sewa Aset Sekolah: “Bukan Pembiaran, Tapi Masalah Administratif”

1A 819

NATUNA | Go Indonesia.id — Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Natuna memberikan klarifikasi atas pemberitaan sejumlah media yang menyebutkan adanya praktik penyewaan aset sekolah tanpa dasar hukum yang disebut sebagai bentuk pembiaran oleh dinas.

Kepala Dinas Pendidikan dan Kebudayaan, Hendra Kusuma, saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp pada 31 Juli 2025, menyampaikan bahwa tudingan tersebut tidak sepenuhnya tepat dan perlu diluruskan.

Bacaan Lainnya

Advertisement

> “Pengelolaan aset sekolah berada di bawah kewenangan langsung masing-masing sekolah sebagai Kuasa Pengguna Barang, sesuai Permendagri Nomor 19 Tahun 2016 dan Peraturan Bupati Natuna Nomor 100.3.3.2-14 Tahun 2025,” jelas Hendra.

Ia menerangkan bahwa kantin sekolah yang dipermasalahkan dibangun secara swadaya, bersifat sangat sederhana, dan penggunaannya dilakukan atas dasar musyawarah antara pihak sekolah dan pedagang. Pungutan yang ada bersifat sukarela dan dipergunakan untuk mendukung kegiatan sekolah yang telah disepakati dalam rapat dewan guru.

Terkait temuan BPK RI Tahun 2024, Dinas Pendidikan telah menindaklanjuti secara aktif dengan menginstruksikan seluruh sekolah terkait untuk melakukan pengembalian dana sesuai dengan nilai yang tercantum dalam Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK.

> “Temuan BPK bukan berarti ada tindak pidana. Itu koreksi administratif. Harus dibedakan antara kelalaian administratif dan unsur niat jahat atau mens rea,” tegasnya.

Saat ini, Dinas Pendidikan bersama BPKPD tengah menyusun regulasi resmi mengenai besaran pungutan sewa kantin berdasarkan Peraturan Daerah Nomor 15 Tahun 2023, agar ke depan pengelolaan aset dan keuangan sekolah lebih tertib dan transparan.

Lebih jauh, Hendra menyoroti kemungkinan dampak sosial jika kantin-kantin sekolah ditutup sebagai reaksi dari pemberitaan tersebut.

> “Kalau semua kantin ditutup, siswa akan jajan di luar sekolah dan itu berisiko terhadap keselamatan mereka. Selain itu, warga sekitar yang mencari nafkah di sekolah juga akan terdampak,” ungkapnya.

Dinas Pendidikan berharap agar publik dan media dapat melihat permasalahan ini secara proporsional, serta menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.

> “Praktik iuran sukarela sebelum tahun 2024 terjadi karena belum adanya regulasi. Ini bukan penyimpangan, melainkan bentuk adaptasi di tengah keterbatasan aturan. Kami jadikan ini sebagai pembelajaran untuk penertiban dan perbaikan ke depan,” tutupnya.

> Catatan Redaksi:
Artikel ini merupakan hak jawab resmi dari Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Natuna atas pemberitaan sebelumnya yang dimuat oleh media. Dimuat sesuai amanat Undang-Undang Pers Nomor 40 Tahun 1999, khususnya Pasal 5 Ayat (2), yang menyatakan bahwa pers wajib melayani hak jawab.

Reporter : Baharullazi


Advertisement

Pos terkait