KUANSING | Go Indonesia.id – Ketidakadilan kembali mencuat di tengah industri sawit. Ipeh Laia, seorang perantau asal Nias yang bekerja sebagai pembersih kebun Sawit di Desa Pangkalan Indarung, Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), ditangkap polisi dengan tuduhan menggarap lahan di kawasan hutan. Ironisnya, sang pengelola kebun, Rian, justru tidak tersentuh Hukum.
Ipeh baru seminggu bekerja sebelum ditangkap, meninggalkan Dua anaknya yang masih di bawah umur dalam kondisi terlantar. Mereka bahkan terpaksa tinggal di asrama Polisi selama Dua hari sebelum akhirnya menumpang di rumah kerabat. Sang istri, yang mendengar kabar ini dari Nias, langsung menyusul ke Kuansing untuk memperjuangkan keadilan bagi suaminya.
“Suami saya tidak bersalah. Dia hanya pekerja, bukan pemilik kebun,” ujar istri Ipeh dengan air mata berlinang. Ia bersumpah tidak akan kembali ke Nias sebelum suaminya dibebaskan.
Seru Laia, salah Satu kerabat mereka, mengungkapkan bahwa istri dan anak-anak Ipeh sempat meminta untuk ditahan bersama di penjara, tetapi Polisi menolak permintaan tersebut. Mereka lalu disarankan tinggal di asrama Polisi, namun akhirnya keluar karena tidak ada fasilitas dapur.
Kasus ini menuai tanda tanya besar. Mengapa hanya pekerja yang diproses Hukum, sementara pengelola kebun dibiarkan bebas? Apakah Hukum hanya tajam ke bawah dan tumpul ke atas?
Saat dikonfirmasi melalui pesan WhatsApp, Kapolres Kuansing AKBP Angga Herlambang belum memberikan tanggapan.
Kasus Ipeh harus menjadi pengingat bahwa Hukum harus ditegakkan tanpa pandang bulu. Keputusan Aparat Penegak Hukum kini menjadi sorotan publik.
Apakah keadilan akan benar-benar ditegakkan, atau ini hanya Satu lagi kasus yang akan tenggelam tanpa kepastian?(*)
*Redaksi*