Plt. Kepala BPOM: Harapkan Pelaksanaan Uji Klinik di Indonesia Lebih Aktif Hingga Kancah Global

Plt. Kepala BPOM: Harapkan Pelaksanaan Uji Klinik di Indonesia Lebih Aktif Hingga Kancah Global

JAKARTAΒ  | Go Indonesia.id– β€œSelain untuk memberikan kepastian hukum dan sebagai acuan bagi stakeholder pelaksana uji klinik, peraturan ini juga wujud keberpihakan pemerintah terhadap pengembangan iklim inovasi obat di Indonesia.” Pernyataan tersebut disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala BPOM RI L. Rizka Andalusia saat memberikan sambutannya pada kegiatan Sosialisasi Peraturan BPOM Nomor 8 Tahun 2024 tentang Tata Laksana Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik, Kamis (8/8/2024).

Kegiatan yang diselenggarakan secara hibrida ini diikuti oleh para pemangku kepentingan terkait dari kalangan kementerian/lembaga, pelaku usaha, asosiasi, maupun akademisi.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Narasumber dari internal BPOM juga menyebarluaskan dan memberikan pemahaman kepada stakeholder terkait peraturan yang baru pada sesi diskusi panel.

Uji klinik sesuai dengan kaidah ilmiah dan etik sangat penting untuk memperoleh hasil uji yang representatif dan objektif untuk kondisi di mana uji klinik berlangsung.

Peraturan BPOM Nomor 8 tahun 2024 tentang Tata Laksana Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik ini telah ditetapkan dan diundangkan. Peraturan ini mencabut Peraturan Kepala BPOM Nomor HK.00.05.3.4991 Tahun 2004 dan Peraturan Kepala BPOM Nomor 21 Tahun 2015.

Kegiatan sosialisasi ini menjadi sarana bertukar pendapat antara stakeholder mengenai tantangan dalam pelaksanaan uji klinik dan pengawasan keamanan obat yang diujikan.

Diskusi yang berlangsung bertujuan untuk memperoleh solusi yang dapat mendukung kemandirian stakeholder dalam peningkatan implementasi terhadap regulasi yang telah diundangkan dan/atau ditetapkan.

Lebih lanjut, Rizka Andalusia juga menyampaikan bahwa BPOM harus bersifat agile dalam membuat suatu kebijakan dan peraturan.

BPOM harus terus mengikuti perkembangan, baik itu di bidang teknologi nasional dan internasional maupun perkembangan terkait regulasi yang ada, untuk menjadi acuan dan mandat yang harus dilaksanakan BPOM dalam pelaksanaan uji klinik ini, di antaranya adalah undang-undang ataupun peraturan.

Ketentuan uji klinik perlu mendapatkan Persetujuan Pelaksanaan Uji Klinik (PPUK) terlebih dahulu untuk obat yang akan diregistrasikan.

Kebijakan ini bukan untuk menghambat peneliti dalam melakukan inovasi pengembangan obat, namun bertujuan untuk memastikan bahwa obat yang diuji dan akan digunakan oleh masyarakat memenuhi kriteria keamanan, khasiat, dan mutu. Caranya tentu melalui uji klinik dengan metode dan desain yang valid sehingga menghasilkan data yang sahih dan kredibel.

Proses evaluasi protokol uji klinik tidak hanya dilakukan oleh BPOM tetapi juga bersama Komite Etik yang mengkaji pemenuhan kaidah etik sebelum persetujuan Komite Etik (Ethical Clearance) diterbitkan. PPUK tidak akan diterbitkan tanpa adanya persetujuan dari Komite Etik.

Pada kesempatan tersebut, Deputi Bidang Pengawasan Obat, Narkotika, Psikotropika, Prekursor, dan Zat Adiktif (Deputi 1) Rita Endang dalam sambutannya menyebutkan beberapa latar belakang revisi peraturan terkait tata laksana PPUK ini.

Pembaruan pada bagian isi pedoman Cara Uji Klinik yang Baik (CUKB) menyesuaikan dengan The International Council for Harmonisation of Technical Requirements for Pharmaceuticals for Human Use (ICH) Guideline for Good Clinical Practice E6 (R2), rekomendasi hasil WHO National Regulatory Authority (NRA) Benchmarking 2018, serta pemenuhan subindikator untuk pengajuan sebagai WHO Listed Authorities (WLA) pada fungsi clinical trial oversight (CTO).

β€œSecara garis besar, peraturan BPOM ini berisi tentang proses PPUK, serta sebagai legal basis pemberlakuan dan penerapan pedoman CUKB dan pedoman uji klinik spesifik komoditi, seperti obat bahan alam, suplemen kesehatan, dan pangan olahan,” tambahnya.

Selanjutnya, Rizka Andalusia juga menyebutkan bahwa dengan adanya regulasi ini, terdapat beberapa perubahan dalam proses yang terkait pelaksanaan uji klinik.

Perubahan tersebut dalam hal pengawasan uji klinik, fasilitasi penyelenggaraan uji klinik untuk kondisi kedaruratan kesehatan masyarakat, peningkatan kualitas uji klinik, serta perlindungan keselamatan dan kesejahteraan subjek uji klinik.

β€œKita sama-sama mengharapkan pelaksanaan uji klinik di Indonesia dapat lebih aktif, lebih banyak, dan keterlibatan uji klinik lokal maupun secara global semakin meningkat sehingga dapat meningkat kapasitasnya,” tutupnya.

Reporter : Iskandar


Advertisement

Pos terkait