MERANGIN | Goindonesia.id – Arogansi tambang ilegal di Kabupaten Merangin makin menjadi. Kawasan objek wisata Dam Betuk, Desa Tambang Baru, Kecamatan Tabir Lintas, kini berubah jadi markas tambang emas tanpa izin (PETI) yang dijaga ketat oleh preman bayaran. Ironisnya, lokasi ini adalah aset resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Merangin, namun justru dikuasai kelompok liar yang berani menghadang pejabat hingga menyerang wartawan.
Pantauan lapangan pada Jumat (7/11/2025) menunjukkan sedikitnya 60 set dompeng rakit beroperasi bebas di area Dam Betuk, wilayah yang seharusnya difungsikan sebagai kawasan wisata dan budidaya ikan air tawar. Aktivitas tambang berlangsung tanpa hambatan, seolah hukum tak lagi berdaya.
Informasi yang dihimpun di lapangan menyebutkan, preman-preman bayaran disewa oleh pelaku tambang untuk menghalau siapa pun yang mencoba masuk, termasuk aparat penegak hukum dan awak media.
Seorang wartawan bahkan dicekik dan diintimidasi agar tidak meliput aktivitas PETI tersebut. Dam Betuk kini bak “zona terlarang” bagi siapa pun yang ingin menegakkan aturan.
Pagi harinya, Camat Tabir Lintas, Mawarna, bersama beberapa pegawai kecamatan mencoba menuju lokasi setelah pemberitaan PETI viral di media.
Namun perjalanan mereka dihalang kelompok bayaran yang membawa senjata tajam.
“Iya, tadi pagi Bu Camat datang ke lokasi Dam Betuk, tapi belum sampai sudah dihadang beberapa orang.
Mereka memaksa Bu Camat untuk kembali,” ujar salah satu sumber di lapangan.
Situasi yang memanas membuat Camat terpaksa mundur untuk menghindari bentrokan.
Beberapa jam kemudian, Wakil Bupati Merangin, Drs. Abdul Kafid, bersama rombongan Pemkab dan Polsek Tabir, berhasil menembus lokasi setelah negosiasi panjang dengan kelompok penjaga tambang.
Dilokasi, Wabup menegaskan akan menertibkan seluruh aktivitas tambang ilegal serta mengembalikan fungsi Dam Betuk sebagai kawasan wisata dan perikanan.
Namun janji itu masih diragukan publik. Pasalnya, aktivitas PETI di Dam Betuk telah berulang kali dilaporkan ke Polda Jambi, namun hingga kini tak ada tindakan tegas.
Masyarakat pun bertanya keras :
Apakah aparat penegak hukum kalah oleh preman bayaran di lapangan?
Padahal, Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara sudah sangat jelas :
1. Pasal 158 menegaskan :
“Setiap orang yang melakukan penambangan tanpa izin dipidana dengan penjara paling lama 5 (lima) tahun dan denda paling banyak Rp100.000.000.000 (seratus miliar rupiah).”
2. Pasal 161 juga menambahkan :
“Setiap orang yang turut membantu, menampung, mengangkut, atau menjual hasil tambang tanpa izin dapat dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.”
Namun, fakta di lapangan menunjukkan hukum seolah tumpul ke atas, tajam ke bawah. PETI di Dam Betuk tetap berjalan, bahkan dijaga oleh kelompok bayaran tanpa rasa takut terhadap aparat.
Sementara itu, Pemerintah Kabupaten Merangin terus menggaungkan slogan “Perangi PETI!”, tetapi realitasnya aset Daerah justru dijadikan ladang emas ilegal.
Kondisi ini menjadi tamparan keras bagi aparat dan pemerintah Daerah, sebab jika dibiarkan, Dam Betuk bukan hanya kehilangan nilai wisatanya, tetapi juga menjadi simbol kegagalan negara menghadapi tambang ilegal dan premanisme.(*)
REDAKSI







