Ratusan Rakit PETI Kuansing Beroperasi, Sungai Rusak, Oknum Aparat Malah Minta Berita Dihentikan!

1AA 110

KUANSING | Go Indonesia.Id – Aktivitas pertambangan emas tanpa izin (PETI) di Kabupaten Kuantan Singingi (Kuansing), Riau, semakin menggila. Investigasi tim media pada Kamis (2/10/2025) menemukan sedikitnya 200 unit rakit dompeng beroperasi di sepanjang aliran Sungai Kuantan hingga kawasan darat Desa Pulau Jambu dan Pulau Bayur, Kecamatan Cirenti, serta merambah ke Kecamatan Inuman.

Awalnya hanya terpantau sekitar 50 unit, namun kini membengkak menjadi ratusan unit. Aktivitas tambang ilegal ini dilakukan siang dan malam tanpa hambatan. Sungai Kuantan yang selama ini menjadi nadi pertanian dan sumber kehidupan warga kini berubah keruh, dangkal, serta tercemar merkuri.

Bacaan Lainnya

Advertisement

β€œKalau dibiarkan, Sungai Kuantan bisa mati total. Sawah kami sudah susah dialiri air bersih, ikan pun makin hilang,” keluh seorang warga.

Ironisnya, saat tim media melakukan investigasi, muncul upaya intervensi dari oknum aparat. Seorang Kanit Reskrim Polsek Cirenti bersama personelnya mendatangi jurnalis dan meminta pemberitaan mengenai PETI dihentikan.

Alasan yang disampaikan disebut demi β€œkepentingan masyarakat setempat”. Namun, informasi di lapangan justru menunjukkan adanya upaya mencari tahu siapa aktor utama di balik bisnis PETI. Fakta ini memperkuat dugaan adanya konflik kepentingan sekaligus pelemahan kebebasan pers.

PETI di Kuansing bukan sekadar pelanggaran hukum, tetapi juga kejahatan lingkungan. Dampak yang ditimbulkan antara lain :
– Air Sungai Kuantan tercemar merkuri.
– Sawah dan lahan pertanian rusak.
– Kesehatan warga terancam penyakit kulit dan pernapasan.
– Konflik horizontal antarwarga semakin tajam.

Kegiatan PETI jelas menabrak aturan hukum :
1. Pasal 158 UU No. 3 Tahun 2020 tentang Minerba: Penambangan tanpa izin dipidana penjara paling lama 5 tahun dan denda maksimal Rp100 miliar.

2. Pasal 161 UU Minerba: Pihak yang mendukung, memfasilitasi, atau membiarkan PETI dapat dipidana.

3. Pasal 55 KUHP: Mereka yang turut serta, menyuruh, atau membantu kejahatan dapat dijerat sebagai pelaku.

4. Pasal 18 UU Pers No. 40 Tahun 1999: Menghalang-halangi kerja jurnalistik dapat dipidana 2 tahun penjara atau denda hingga Rp 500 juta.

Dengan jumlah rakit mencapai ratusan unit, mustahil PETI berjalan tanpa keterlibatan pemodal besar dan bekingan oknum. Permintaan penghentian pemberitaan dari aparat justru mempertebal dugaan adanya kompromi dan pembiaran.

Prof. Dr. KH. Sutan Nasomal, S.Pd.I, SE, SH, MH, LLB, LLM, Ph.D., seorang akademisi hukum, menilai kasus PETI Kuansing ini sebagai alarm bahaya hukum dan lingkungan.

β€œNegara tidak boleh kalah oleh praktik ilegal yang merusak dan merampas hak hidup rakyat. Jika aparat terbukti menghalangi pemberitaan, itu bukan hanya pelanggaran hukum pers, tapi juga mencederai prinsip demokrasi. Aparat penegak hukum seharusnya menjadi benteng, bukan bagian dari mafia tambang,” tegas Prof. Sutan.

Aktivis lingkungan dan tokoh masyarakat mendesak Polda Riau turun tangan langsung.

β€œJangan sampai aparat justru jadi bagian dari masalah. Yang rakyat butuhkan adalah keberanian menindak, bukan menutup-nutupi,” ujar seorang tokoh pemuda Kuansing.

Hingga berita ini diterbitkan, oknum aparat yang disebut-sebut melakukan intervensi belum memberikan konfirmasi. Tim investigasi media akan terus menelusuri jaringan tambang emas ilegal yang merusak lingkungan sekaligus merampas hak hidup masyarakat Kuansing.(*)

Redaksi


Advertisement

Pos terkait