KERINCI | Go Indonesia.id β Pemerintah Pusat akhirnya mengucurkan dana jumbo Rp45 miliar untuk proyek pembangunan tanggul dan normalisasi Sungai Batang Merao pada 2025. Proyek ini digadang-gadang jadi solusi permanen banjir tahunan yang menghantam Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci.
Warga tentu masih ingat derita banjir yang terus berulang: rumah hanyut, sawah gagal panen, jalan lumpuh berhari-hari. Sungai Batang Merao, yang seharusnya jadi nadi kehidupan, justru berulang kali menjelma momok.
Kini, janji datang lagi. Pemerintah menyatakan alur Sungai dari Siulak Deras hingga muara Danau Kerinci akan dinormalisasi: sedimentasi hasil galian C dibersihkan, sampah disingkirkan, dan tanggul diperkuat.
Pj. Bupati Kerinci menegaskan :
βProyek ini menyangkut keselamatan ribuan jiwa. Kami minta dukungan masyarakat agar pengerjaan berjalan tanpa hambatan. Jangan ada yang mencoba mengganggu.β
Namun fakta di lapangan berbicara lain. Berdasarkan informasi yang dihimpun, alat berat yang digunakan bukan seluruhnya dari pemerintah. Hanya dua unit ekskavator milik Balai Wilayah Sungai VI Jambi dan Dinas PU Kota Sungai Penuh. Dua unit lainnya justru alat swasta yang disewa.
Pertanyaannya, siapa yang diuntungkan? Apakah proyek bernilai puluhan miliar ini benar-benar untuk rakyat, atau justru jadi lahan empuk segelintir pihak yang bermain di balik kontrak alat berat?
Detil Proyek :
– Nama Proyek : Pembangunan Tanggul dan Normalisasi Sungai Batang Merao
– Lokasi : Kota Sungai Penuh dan Kabupaten Kerinci
– Anggaran : Rp45 Miliar (Pemerintah Pusat)
– Pelaksanaan : Tahun 2025
– Lingkup : Normalisasi alur sungai dari Siulak Deras hingga muara Danau Kerinci
Payung Hukum :
– Pasal 33 ayat (3) UUD 1945 : Bumi, air, dan kekayaan alam dikuasai negara untuk kemakmuran rakyat.
– UU No. 17/2019 tentang Sumber Daya Air: Pengelolaan air berkelanjutan dan pencegahan kerusakan.
– UU No. 24/2007 tentang Penanggulangan Bencana: Kewajiban pemerintah mencegah banjir melalui infrastruktur.
Dengan dasar hukum jelas dan anggaran jumbo, tak ada alasan proyek ini gagal. Warga sudah terlalu sering disuguhi janji manis.
Jika proyek kembali terjerembab pada permainan anggaran, maka Sungai Batang Merao akan terus jadi bom waktu bencana, sementara rakyat tetap jadi korban.(*)
*Redaksi*