KEPRI | Go Indonesia.id – Komitmen Pemerintah Provinsi Kepulauan Riau (Kepri) dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia (SDM) dipertanyakan publik, menyusul mencuatnya dugaan kecurangan dalam proses seleksi bakal calon kepala sekolah (BCKS) tingkat SMA/SMK tahun 2025 yang digelar Dinas Pendidikan Kepri.
Sejumlah guru yang sebelumnya telah dinyatakan lolos seleksi administrasi mengaku tiba-tiba digugurkan secara sepihak tanpa penjelasan memadai.
Dinas Pendidikan Kepri beralasan, hanya 12 orang yang dapat melanjutkan ke tahap seleksi substansi karena alasan “kuota terbatas”.
Namun, kebijakan tersebut dianggap tidak transparan karena sebelumnya tidak pernah diumumkan adanya pembatasan kuota.
Mekanisme seleksi pun dinilai cacat karena tidak dilakukan tahapan tambahan sebagaimana panduan resmi yang mewajibkan uji substansi atau pemeringkatan berdasarkan prestasi dan masa kerja jika peserta melebihi kuota.
“Kami merasa dijebak. Berkas lengkap, syarat terpenuhi, bahkan sudah lolos administrasi.
Tapi tiba-tiba nama kami dicoret,” ungkap salah satu peserta yang meminta namanya dirahasiakan.
Dugaan adanya praktik titipan atau “orang dalam” turut mencuat. Beberapa peserta yang lolos disebut memiliki kedekatan dengan pejabat di Dinas Pendidikan.
Proses seleksi pun dinilai hanya formalitas untuk mengamankan jatah bagi pihak tertentu.
“Yang lolos itu-itu saja. Selalu ada pola yang sama. Kalau tidak punya ‘orang dalam’, sangat sulit bisa maju,” ujar sumber lain yang telah beberapa kali mengikuti seleksi serupa.
Ironisnya, skandal ini mencoreng visi besar Pemprov Kepri yang selama ini menjadikan pendidikan dan kesehatan sebagai pilar utama dalam pembangunan SDM.
Dalam berbagai kesempatan, Gubernur Kepri menyuarakan komitmen terhadap peningkatan mutu pendidikan. Namun realisasi di lapangan justru bertolak belakang.
Pemerhati pendidikan Kepri, Syamsul Reza, menilai praktik seperti ini menjadi bukti lemahnya implementasi kebijakan.
“Kalau kepala sekolah saja dipilih karena relasi, bukan meritokrasi, bagaimana kualitas pendidikan bisa meningkat?” tegasnya.
Hal senada disampaikan akademisi Universitas Negeri Jakarta, Dr. Dodi Susanto. Menurutnya, seleksi kepala sekolah merupakan fondasi penting dalam tata kelola pendidikan.
“Jangan bicara SDM unggul jika proses dasarnya saja manipulatif. Kepemimpinan sekolah yang lahir dari proses tidak sehat akan menciptakan stagnasi pendidikan,” ujar Dodi.
Sementara itu, meski sektor pendidikan mendapat alokasi sekitar 20 persen dari APBD sesuai amanat undang-undang, efektivitas penggunaan anggaran masih menjadi tanda tanya.
Program pelatihan guru dan pengembangan karier dinilai belum menyentuh kebutuhan riil di lapangan.
Desakan terhadap Kementerian Pendidikan dan lembaga pengawas untuk turun tangan terus menguat.
Para peserta seleksi yang merasa dirugikan menuntut audit menyeluruh terhadap proses BCKS, pemberhentian pejabat yang terlibat, serta pengembalian hak bagi peserta yang dicoret sepihak.
Jika tata kelola pendidikan tidak segera dibenahi, maka slogan “meningkatkan kualitas SDM Kepri” dikhawatirkan hanya akan menjadi jargon politik tanpa realisasi. Dan generasi muda Kepri yang akhirnya akan menanggung dampaknya.
Reporter: Edy