MADINA | GoIndonesia.id – Meski Pemerintah Kabupaten Mandailing Natal telah menerbitkan Surat Edaran yang melarang aktivitas penambangan emas tanpa izin (PETI), dan Forkopimca juga telah mengeluarkan imbauan serupa, namun aktivitas ilegal tersebut masih berlangsung di wilayah Gunung Hutabargot.
Pantauan di lapangan menunjukkan bahwa penambangan liar tetap dilakukan secara terang-terangan, termasuk oleh seorang yang diduga sebagai pemodal utama bernama Muklis, yang disebut berasal dari suku Jawa dan memiliki alat pengolah batu emas tradisional yang dikenal dengan galundung, yang berlokasi di Desa Huta Julu, Kecamatan Hutabargot.
PETI Adalah Kejahatan Pidana
Perlu diketahui bahwa aktivitas penambangan tanpa izin merupakan tindak pidana. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Perubahan atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Dalam ketentuan tersebut, setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan tanpa izin resmi dapat dikenai sanksi pidana penjara dan denda yang berat.
Diduga Kebal Hukum karena Ada “Bekingan”
Berdasarkan informasi dari sejumlah warga, Muklis disebut-sebut memiliki dugaan bekingan dari oknum aparat TNI, sehingga merasa kebal hukum dan tidak mengindahkan larangan maupun imbauan pemerintah.
Kondisi ini memperkuat kekhawatiran masyarakat akan lemahnya penegakan hukum terhadap pelaku tambang ilegal, yang tidak hanya merusak lingkungan tetapi juga memicu ketimpangan sosial dan konflik kepentingan di lapangan.
Desakan kepada Aparat Penegak Hukum
Dengan ini, masyarakat dan pihak media mendesak aparat penegak hukum di Kabupaten Mandailing Natal untuk segera mengambil tindakan hukum terhadap Muklis dan seluruh pihak yang terlibat dalam kegiatan PETI.
Penegakan hukum yang tegas menjadi harapan utama untuk menjaga kewibawaan pemerintah dan melindungi kelestarian lingkungan di kawasan Gunung Hutabargot.
Reporter: Muhammad Hamka, S.Pd
Editor: Redaksi GoIndonesia.id