NATUNA | Go Indonesia.id – Laut Natuna bukan hanya menyimpan kekayaan alam, tetapi juga menjadi simbol penting dalam menjaga kedaulatan ideologi bangsa. Hal ini disampaikan Pemimpin Redaksi koranperbatasan.com, Amran, saat menjadi narasumber dalam diskusi dan bedah buku bertajuk Gerakan Sosial Politik dalam Tinjauan Ideologis Pasca Reformasi, Sabtu malam, 21 Juni 2025, di Perpustakaan Daerah Natuna.
Diskusi yang diinisiasi oleh Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Natuna ini menjadi ajang refleksi atas dinamika sosial-politik Indonesia pasca runtuhnya rezim Orde Baru.
Sosial, Politik, dan Ideologi: Tiga Pilar yang Saling Mengikat
Menurut Amran, kehidupan politik seseorang tidak bisa dilepaskan dari kondisi sosial tempat ia tumbuh dan berkembang. Ideologi hadir sebagai landasan berpikir yang memengaruhi cara individu dan kelompok memahami dan menanggapi realitas.
“Jika ketiga konsep—sosial, politik, dan ideologi—digabungkan, kita dapat melihat bagaimana masyarakat, kekuasaan, dan ideologi saling memengaruhi dalam membentuk perilaku dan arah kebijakan,” ujarnya.
Ia menekankan pentingnya kesadaran kolektif terhadap konsep sosial-politik-ideologis untuk memahami kompleksitas bangsa, terutama dalam mengambil sikap terhadap kebijakan dan arah pembangunan.
Belajar dari Buku, Menyikapi Realitas
Amran mengupas isi buku Ideologi Gerakan Pasca Reformasi karya As’ad Said Ali, yang menjadi bahan diskusi malam itu. Buku tersebut merekam bagaimana kejatuhan rezim Orde Baru memunculkan euforia kebebasan tanpa arah yang jelas.
“Mabuk kebebasan membuat banyak aktor politik lupa menyusun platform bersama. Mereka hanya berlomba menciptakan era baru tanpa konsep proporsional,” jelasnya.
Situasi itu, tambahnya, membuka kembali ruang bagi ideologi-ideologi yang sempat nyaris mati. Kekuatan lama muncul dengan cara baru—melalui partai politik atau gerakan sosial, baik secara demokratis maupun non-demokratis.
“Bahkan ada gerakan ideologis yang sekadar ingin memengaruhi arah kebijakan tanpa masuk dalam kontestasi kekuasaan secara langsung,” katanya.
Ia menyebutkan, dalam buku itu, tipologi ideologi gerakan diklasifikasikan menjadi kiri-radikal, kiri-moderat, kanan-konservatif, kanan-liberal, dan Islamisme. Secara umum dapat dikelompokkan sebagai ideologi sekuler dan berbasis agama.
Konteks Natuna: Antara Protes dan Identitas Lokal
Membawa diskusi ke ranah lokal, Amran menyoroti potensi gerakan sosial politik di Natuna pasca reformasi. Gerakan ini bisa berbentuk protes terhadap eksploitasi sumber daya alam atau kebijakan yang tak berpihak pada masyarakat.
“Gerakan regresif juga bisa muncul, misalnya penolakan terhadap perubahan sosial yang dianggap bertentangan dengan nilai tradisional. Sementara gerakan religius bisa mendorong penguatan nilai agama di masyarakat,” paparnya.
Ia mengajak mahasiswa, khususnya kader HMI, untuk ikut mengawal berbagai isu di daerah. “Kita harus awasi eksploitasi sumber daya seperti penambangan dan perikanan agar tidak merusak lingkungan.”
Tak hanya itu, Amran juga menekankan pentingnya pelestarian identitas lokal Natuna. Menurutnya, mahasiswa memiliki peran penting dalam menjaga bahasa, budaya, dan kesenian sebagai bentuk perlawanan terhadap arus globalisasi yang kian kuat.
“Natuna hidup dari laut. Di sanalah ada tuah laut, yakni kekayaan seperti ikan dan minyak bumi. Itu yang membuat banyak negara melirik Natuna,” sebutnya.
Refleksi Reformasi dan Harapan untuk Mahasiswa
Dalam penutupnya, Amran menyoroti kembali penyebab utama reformasi 1998, yakni penyimpangan nilai-nilai Pancasila oleh pemerintahan Orde Baru—seperti korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN), ketimpangan ekonomi, serta pelanggaran hak asasi manusia.
“Gerakan reformasi lahir karena rakyat kehilangan kepercayaan pada negara,” tegasnya.
Ia mengingatkan, meski reformasi telah membuka ruang demokrasi, praktik Pancasila masih sering menghadapi tantangan, terutama dalam penegakan hukum dan pemberantasan KKN.
“Saya berharap adik-adik mahasiswa, khususnya HMI Natuna, tetap teguh menjaga dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila dalam kehidupan berbangsa,” tutup Amran.
Reporter : Baharullazi