KUANSING | Go Indonesia.id – Insiden serius menimpa wartawan Media Intelijen Jenderal.com, Noitoloni Hia, saat melakukan peliputan aktivitas Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI) di wilayah Desa Logas, Kecamatan Singingi, Kabupaten Kuantan Singingi, Riau, Senin (1/12/2025).
Korban mengalami intimidasi, penghalangan tugas jurnalistik, perampasan barang, hingga penghapusan paksa data liputan, yang dilakukan oleh sekelompok orang di lokasi PETI.
Peristiwa tersebut langsung mendapat perhatian pimpinan redaksi Media Intelijen Jenderal.com, Athia, yang turut mendampingi korban membuat laporan resmi ke Polres Kuansing pada Selasa sore (2/12/2025).
Sekitar pukul 14.00β16.00 WIB, korban melakukan peliputan di beberapa titik PETI. Saat hendak pulang, seorang penambang mengikuti dan menghadangnya. Tak lama, dua orang lainnya muncul, salah satunya memegang baju korban sambil mengatakan, βJangan pergi.β
Kunci sepeda motor korban pun dirampas.
Merasa terancam, korban menghubungi pimpinannya, Athia. Dalam rekaman percakapan, para pelaku terdengar jelas meminta korban tetap berada di lokasi. Atas pertimbangan keselamatan, Athia meminta korban meninggalkan motornya dan segera menjauh.
Korban berjalan kaki sekitar satu kilometer. Namun di tengah perjalanan, ia justru dihadang sekitar 20 orang, termasuk seseorang yang dikenal korban bernama Jeka, yang juga diketahui berprofesi sebagai wartawan di Kuansing.
Dititik tersebut, situasi semakin memanas. Jeka diduga turut merampas HP korban dan memintanya menunjukkan identitas, KTA dan surat tugas. Setelah diperlihatkan, dua orang pelaku mencoba melakukan pemukulan. Upaya pemukulan tidak mengenai tubuh korban karena tertahan oleh helm.
Lebih parah lagi, pelaku yang memegang HP korban menghapus sejumlah foto dan video hasil liputan, sebelum akhirnya mengembalikan perangkat tersebut.
Athia mengaku heran melihat kehadiran Jeka bersama dua orang lain yang juga mengaku sebagai wartawan. Bahkan dalam dokumentasi foto yang diterima redaksi, terlihat jelas Jeka memegang HP korban.
Athia menegaskan, wartawan seharusnya menjalankan fungsi kontrol, bukan menjadi bagian dari intimidasi atau bahkan membekingi aktivitas PETI.
βKalau memang mereka wartawan, mustahil mereka meminta surat jalan dan justru membela pelaku PETI,β tegas Athia.
Korban bersama Athia telah melapor ke Polres Kuansing, dengan laporan selesai diproses sekitar pukul 20.00 WIB, Selasa (2/12/2025).
Athia menduga kuat, para pelaku memiliki niat jahat terencana, mengingat tindakan mereka tidak hanya menghalangi liputan tetapi juga melakukan perampasan, intimidasi, hingga menghapus bukti liputan yang merupakan aset jurnalistik.
Meski sebagian data di HP korban dihapus paksa, Athia memastikan bahwa sejumlah video aktivitas PETI beserta data geolokasi (sherlock) telah lebih dulu dikirimkan korban ke WhatsApp pribadinya.
βBukti utama sudah aman,β katanya.
Sejumlah tindak pidana diduga kuat dilakukan para pelaku :
1. KUHP – Intimidasi, Perampasan, Percobaan Penganiayaan.
a. Pasal 335 : Intimidasi / perbuatan tidak menyenangkan.
b. Pasal 365 : Perampasan dengan ancaman kekerasan.
c. Pasal 351 : Percobaan pemukulan / penganiayaan.
2. UU Pers No. 40/1999 :
a. Pasal 4 ayat (3) : Hak wartawan untuk mencari dan memperoleh informasi
b. Pasal 18 ayat (1) : Menghalangi tugas jurnalistik β Pidana 2 tahun / denda Rp 500 juta
3. UU ITE : Pasal 30 dan Pasal 32 ayat (1) : Akses ilegal dan penghapusan informasi elektronik β Pidana hingga 8 tahun
4. UU Minerba : Pasal 158 : Aktivitas PETI β Penjara 5 tahun dan denda Rp 100 miliar
Athia meminta penyidik Polres Kuansing untuk memproses kasus ini secara profesional dan tanpa tebang pilih, mengingat laporan wartawan yang mengalami intimidasi di lokasi PETI bukan pertama kali terjadi.
Ia menegaskan bahwa aktivitas PETI yang semakin brutal dan adanya dugaan keterlibatan oknum tertentu telah sangat meresahkan.
βIntimidasi terhadap wartawan dan praktik pembekingan PETI harus dihentikan. Ini bukan sekadar penghalangan liputan, tetapi ancaman terhadap kemerdekaan pers dan supremasi hukum,β ujar Athia.
REDAKSI






