Polemik Konservasi Hutan 15.000 Hektar oleh PT JJ di Merangin, Jambi, Menimbulkan Ketegangan

Reporter : Nofita Mahdalena

MERANGIN | Go Indonesia.id– PT JJ, perusahaan yang beroperasi di Desa Baru Nalo, Kecamatan Nalo Tantan, Kabupaten Merangin, Jambi, kini menjadi sorotan publik setelah terjadinya keributan terkait rencana konservasi hutan seluas lebih dari 15 ribu hektar. Pasca kejadian tersebut, area PT JJ dipenuhi oleh Aparat Penegak Hukum (APH) dari Polres Merangin dan Kodim 0420 Merangin yang ditugaskan untuk menjaga situasi agar tetap kondusif.

Bacaan Lainnya

Advertisement

Pada Selasa, 30 Juli 2024, media Go-Indonesia bersama beberapa rekan media lainnya mengunjungi PT JJ. Mereka disambut oleh J. Hutasoit, pengurus PT JJ, serta H. Sutikno, SH, MM, CPM, perwakilan perusahaan, yang didampingi oleh personel kepolisian dan TNI.

Dalam pertemuan tersebut, pihak perusahaan membenarkan adanya keributan yang terjadi beberapa hari sebelumnya, yang dipicu oleh ketidakpuasan masyarakat Desa Baru Nalo.

Masyarakat setempat merasa keberatan karena lahan yang selama ini mereka kelola akan diambil alih oleh PT JJ. Ketika dikonfirmasi mengenai kurangnya sosialisasi terkait rencana konservasi tersebut, pihak PT JJ mengakui bahwa memang tidak ada sosialisasi yang dilakukan sebelumnya. Hal ini juga diperkuat oleh keterangan beberapa kepala Desa dan sekretaris Desa yang diwawancarai oleh tim Go-Indonesia.

Fakta di lapangan menunjukkan bahwa banyak pihak yang merasa tidak dilibatkan dalam proses ini, termasuk pihak kecamatan. Salah Satu kecamatan yang mengadakan acara terpisah bahkan menolak ajakan untuk berunding dengan alasan tidak ada pemberitahuan resmi mengenai kegiatan tersebut.

Lebih lanjut, muncul kekhawatiran mengenai transparansi dan tujuan dari rencana konservasi lahan ini. Media yang hadir mempertanyakan sumber dana yang digunakan serta bagaimana PT. JJ akan mengelola lahan seluas itu tanpa mengorbankan potensi ekonomi dari hutan tersebut.

Peta wilayah kerja PT. JJ yang sempat didokumentasikan oleh awak media menunjukkan perbedaan signifikan dengan hasil investigasi selama sembilan hari, di mana terdapat penambahan nama-nama Desa yang terkena dampak.

Dugaan muncul bahwa PT. JJ berencana mengubah status Hutan Produksi Terbatas (HPT) menjadi Hutan Guna Usaha (HGU), sesuai dengan Undang-Undang No. 41 Tahun 1999 Pasal 5 Ayat 1. Undang-undang tersebut mengatur bahwa pemohon HGU yang berasal dari kawasan hutan wajib membangun kebun masyarakat sebesar 20% dari total kawasan hutan yang dilepaskan, namun hal ini tidak disosialisasikan kepada masyarakat.

Masyarakat sekitar merasa dirugikan karena lahan yang telah mereka tanami kini harus diakui sebagai milik PT. JJ. Kondisi ini menambah ketegangan dan kecurigaan di antara masyarakat terhadap perusahaan tersebut.

Situasi ini masih terus berkembang, dan berbagai pihak berharap ada penyelesaian yang adil bagi semua pihak yang terlibat.(*)

Dewan Redaksi


Advertisement

Pos terkait